Rabu 12 Sep 2018 17:07 WIB

Tekan Risiko Bencana, Padang Berkiblat ke Jepang

Warga sekitar menjadi tanggung jawab warga lainnya.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Muhammad Hafil
Universitas Negeri Padang (UNP) mendatangkan dua pakar gempa bumi dan tsunami dari Universitas Kansai, Jepang. Keduanya memberikan paparan mengenai mitigasi dan penanggulangan bencana gempa bumi dan tsunami yang dilakukan di Jepang.
Foto: Dok UNP
Universitas Negeri Padang (UNP) mendatangkan dua pakar gempa bumi dan tsunami dari Universitas Kansai, Jepang. Keduanya memberikan paparan mengenai mitigasi dan penanggulangan bencana gempa bumi dan tsunami yang dilakukan di Jepang.

REPUBLIKA.CO.ID,  PADANG -- Universitas Negeri Padang (UNP) di Sumatra Barat mendatangkan dua ilmuwan pakar kebencanaan dari Negeri Sakura, Jepang. Keduanya berbagi ilmu dan pengalaman, baik untuk mitigasi sebelum bencana atau tindakan setelah bencana, kepada civitas akademika jurusan Fisika, Fakultas MIPA pada Rabu (12/9).

Jepang dan Indonesia memiliki banyak kesamaan dalam menghadapi potensi bencana geologi seperti gempa dan tsunami. Kedua negara juga sama-sama punya pengalaman dalam menghadapi bencana-bencana geologi.

Profesor Koji Ichi dari Universitas Kansai Jepang menyebutkan, sistem penanggulangan bencana harus disusun dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat dan pemerintah demi menekan angka korban jiwa dan kerugian materi. Menurutnya, setiap wilayah bisa jadi memiliki rencana yang berbeda-beda dalam menjalankan mitigasi bencana.

Langkah mitigasi ini termasuk pembuatan peta risiko kebencanaan, distribusi intensitas gempa, dan kerentanan terhadap gempa. "Kami juga memiliki pemetaan daerah yang dengan prediksi jumlah korban dan kerugian yang bakal dialami," Koji Ichi dalam paparannya, Rabu (12/9).

Dalam kesempatan tersebut, Koji menyampaikan hasil studinya yang berjudul 'Rekayasa Dinamika Pergerakan Tanah saat Gempa Bumi dan Mitigasinya'. Koji yang juga didampingi koleganya, Yoshihiro Okumura, meyebutkan bahwa petunjuku kesiapsiagaan bencana di Jepang bisa ditemukan masyarakat di mana saja.

Petunjuk kebencanaan yang dimaksud, lanjut Koji, berisi informasi mengenai apa saja yang perlu dilakukan masyarakat mulai saat terjadi gempa, 10 menit setelah gempa, hingga sepekan setelah gempa. Di Jepang, masyarakat sudah teredukasi dengan baik mengenai antisipasi bencana gempa bumi. Ia berharap, pemerintah Indonesia bisa mengadopsi hal yang sama dan menyebarluaskan edukasi kebencanaan kepada masyarakat.

"Dalam petunjuk kesiapsiagaan itu juga disebutkan, bahwa warga sekitar menjadi tanggung jawab warga lainnya," kata Koji.

Berbeda dengan Koji yang risetnya fokus kepada mitigasi bencana gempa bumi dan gelombang seismik, Yoshihiro lebih banyak memaparkan tentang mitigasi bencana tsunami yang merupakan bencana 'ikutan' dari gempa bumi. Yoshihiro berbandangan, kedua tempa tersebut yakni gempa bumi dan tsunami perlu dipelajari secara mendalam di Kota Padang sebagai daerah yang memiliki kerentanan bencana cukup tinggi.

Sementara itu Koordinator Mata Kuliah Umum Manajamen Bencana, Dr Ahmad Fauzi menambahkan bahwa bidang kajian kebencanaan membutuhkan berbagai pendekatan ilmu yang multi disiplin. Tidak hanya dalam penanggulangan bencana secara langsung di lokasi, lanjutnya, kampus bisa berperan dengan melakukan kajian-kajian sesuai bidangnya menyangkut prabencana seperti pengurangan risiko bencana, pencegahan dan kesiapsiagaan, penataan tata ruang, proses rehabilitasi dan rekonstruksi, hingga pelatihan menghadapi bencana.

"Kampus memiliki peran penting, selain melakukan riset juga melakukan edukasi kepada masyarakat," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement