REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG—Menjelang pelaksanaan Pemilihan Presiden 2019 nanti, diperkirakan akan banyak beredar berita- berita hoaks maupun ujaran kebencian. Itu terjadi baik di dunia maya maupun di dunia nyata.
Sehingga masyarakat perlu diedukasi terus menerus, sebagai bentuk antisipasi agar tidak mudah terpancing dan terhasut oleh berita maupun informasi yang menyesatkan dan tidak jelas kebenarannya tersebut.
“Kalau memang ada hal-hal yang kurang jelas, bisa ditanyakan kepada sumber yang berkompeten,” ungkap Kadivhumas Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto, di sela acara Tasyakuran Dimulainya Pembuatan Film, di kompleks Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang, Rabu (12/9).
Menghadapi Pemilu 2019, Polri sudah melakukan langkah- langkah antisipasi. Bahkan Polri sudah membentuk apa yang disebut dengan Satgas Nusantara yang tugasnya antara lain mengantisipasi masyarakat supaya sejuk, aman dan damai.
Khususnya memasuki tahun dilaksanakannya pesta demokrasi Pemilihan Presiden dan wakil presiden serta Pemilu Legislatif 2019. Karena penyebaran berita-berita hoaks dan ujaran kebencian diprediksi akan meningkat.
Kapolri, masih jelas Setyo, begitu dilantik telah mengeluarkan kebijakan yang salah satunya adalah 'memanage' media termasuk media sosial (medsos). Sehingga dibentuklah tiga sub satuan kerja di lingkungan Mabes Polri.
Ketiganya meliputi Direktorat Cyber Bareskrim yang sebelumnya merupakan Sub Direktorat, kemudian Direktorat Intelkam ada Direktorat Keamanan Khusus. “Sementara humas yang saya pimpin ada satuan kerja yang namanya Biro Multimedia,” tambahnya.
Khusus Biro Multimedia, masih jelas Setyo, bertugas memantau medsos. Kemudian mendalami adakah yang positif, netral atau negatif. Demikian halnya untuk yang negatif apakah masuk ke ranah Undang Undang ITE atau tidak.
Jika sudah masuk ke ranah Undang Undang ITE pun, Polri masih melakukan rencana persuasif dengan menyampaikan kepada para pemilik akun bahwa ada pelanggaran dan disampaikan supaya mereka menghapus.
"Tapi kalau masih berlangsung terkait dengan konten-konten yang hoaks, ujaran kebencian dan sifatnya provokasi terpaksa dilakukan tindakan hukum. “Kita bekerjasama dengan Direktorat Cyber Bareskrim dan tindakan hukum ini sudah berkali- kali dilakukan,” katanya.
Ia mencontohkan, yang terbaru penyebar hoaks di kalimantan yang diamankan Bareskrim Polri yang merupakan hasil dari patroli Biro Multi Media dan Direktorat Cyber Bareskrim.
Setyo juga menambahkan, untuk upaya antisipasi ini Polri juga membutuhkan kerjasama dengan masyarakat. Karena dunia maya itu luar biasa. Jumlahnya ada miliaran akun yang ada di dunia maya tersebut.
Selain itu, Polri juga menggandeng komunitas warganet, Kementerian Kominfo serta stakeholder terkait dalam dunia cyber. “Jadi jangan main- main, untuk pelaku penyebar ujaran kebencian saja sanksinya bisa sampai enam tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar,” lanjutnya.