Senin 10 Sep 2018 08:10 WIB

Hijrah Profetik dan Islam Kosmopolitan

Hijrah profetik mengajarkan meski pilihan politik beda, tapi tetap bersaudara.

Hijrah, ilustrasi

Dengan Piagam Madinah, Nabi memprakarsai pembangunan masyarakat madani yang bersatu, bersinergi, saling berkolaborasi dan berbagi, sehingga negeri yang aman, damai, sejahtera, berkeadilan dan mendapat ampunan Allah itu, menjadi nyata

Politik keumatan dan kebangsaan yang diteladankan Nabi esensinya adalah politik kemaslahatan dan keadaban. Di tahun politik ini, politik kemaslahan umat dan bangsa harus menjadi orientasi dan strategi.

Dengan Pancasila dan UUD 1945, bangsa kita sangat diharapkan mampu merawat kesepakatan dan komitmen bersama untuk menjaga keutuhan NKRI. Politik kemaslahatan Nabi dalam memajukan Madinah menunjukkan, kepentingan bersama (nasional) harus didahulukan dan diutamakan daripada kepentingan pribadi, golongan, dan komunitas tertentu.

Pluralitas dan multikulturalitas warga masyarakat Madinah tidak boleh menjadi penghalang diwujudkannya sinergi dan kolaborasi dalam membangun dan memajukan peradaban Islam.

Politik keumatan dan kebangsaan Nabi juga diorientasikan kepada pembangunan sistem hukum, sosial ekonomi, dan sosial politik yang menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), kesejahteraan, dan keadilan sosial.

Setelah kaum Muhajirin dan Anshar dipersaudarakan dan dipersatukan, pengembangan ekonomi umat dan bangsa dikembangkan dengan menggeliatkan pasar rakyat Madinah.

Para pebisnis dari kaum Muhajirin seperti Utsman ibn Affan dan Abdurrahman ibn Auf diminta oleh Nabi untuk mengembangkan pasar Madinah dan ekonomi kreatif sehingga pasar dan kehidupan ekonomi mengalami kemajuan pesat.

Akhir kalam, hijrah profetik mendidik umat memiliki soliditas dan sinergitas konstruktif, terutama di tahun politik ini, dalam membangun sistem ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan politik yang sehat dan bermartabat. Politik keumatan dan kebangsaan berbasis hijrah profetik idealnya dapat mengantarkan umat dan bangsa kepada kedamaian, kerukunan, kesejahteraan, dan keadilan sosial.

Karena itu, hijrah profetik harus dibarengi pendidikan politik kemaslahatan agar warga bangsa ini memiliki kedewasaan dan kearifan dalam berpolitik dengan keteladanan yang baik dari pemimpin umat dan bangsa. Pendidikan politik kemasalahatan harus dimulai dari peneguhan komitmen bersama, mengedepankan kemaslahatan umat, dan bangsa, bukan kepentingan komunitas, golongan, dan partai tertentu.

Hijrah profetik harus menyadarkan kita semua bahwa pilihan politik boleh beda, tapi kita tetap bersaudara, berkeluarga, dan berada di rumah besar Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement