REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golongan Karya (Golkar) Lodewijk Freidrich Paulus menilai pelemahan nilai tukar rupiah bukan salah pemerintah. Menurut dia, pelemahan nilai tukar mata uang terhadap dolar Amerika Serikat merupakan tren global.
"Rupiah adalah mata uang yang bertumbuh positif di Asia. Ini masalah global, bukan masalah Indonesia saja," kata dia di Rumah Aspirasi Jokowi-Ma'ruf, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9).
Harga Telur 5 Juta Bolivar, RS Venezuela Berubah Mengerikan
Menurut Lodewijk, dalam beberapa hari terkahir rupiah telah kembali menguat. Artinya, lanjut dia, upaya-upaya dari tim ekonomi Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berdampak optimal dalam mengendalikan laju pelemahan rupiah.
"Bayangkan, yang lain drop rupiah kita bisa menguat," ujar dia.
Lodewijk menegaskan, kondisi ekonomi yang dialami Indonesia saat ini tak bisa serta-merta disamakan dengan krisis moneter pada 1998. Saat ini, kata dia, rupiah perlahan melemah dari Rp 13 ribu per dolar ke Rp 15 ribu per dolar. Sementara pada 1998 dari Rp 2.300 per dolar anjlok menjadi Rp 16 ribu per dolar.
Apalagi, lanjut dia, kondisi ekonomi Indonesia saat ini berada di posisi yang kuat. Karena itu, ia menegaskan, tidak mungkin terjadi krisis ekonomi seperti 1998.
"Seperti mata uang lira di Turki, atau mata uang Argentina, kita liat kita cek cukup kuat. Mereka tidak melihat data itu. Jika membandingkan dengan mata uang Asia yang lain, kita bertumbuh positif itu loh," kata dia.
Meski begitu, ia mengapresiasi gerakan tukar dolar ke rupiah yang dilakukan bakal calon wakil presiden (cawapres) Sandiaga Uno. Menurut dia, hal itu secara tidak langsung menunjukkan tanggung jawab anak bangsa dalam bentuk nasionalisme.
"Seperti itu kan bagus tentunya kita hargai. Mudah-mudahan bisa ditiru oleh yang lain, dari perusahaan-perusahaan yang punya dolar tuker, gitu kan jadi banyak," kata dia.