Jumat 07 Sep 2018 19:19 WIB

Youtubers Yogya Dirangkul Cegah Radikalisme di Medsos

Mereka diharapkan melakukan pencegahan terorisme melalui konten berupa video.

YouTube
Foto: EPA
YouTube

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Berbagai inovasi dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam melakukan pencegahan atau kontra radikalisasi terhadap penyebaran paham radikal terorisme. Setelah menjalankan program Duta Damai Dunia Maya sejak 2015 lalu, di pertengahan 2018 ini, BNPT giliran merangkul para pembuat konten kreatif, terutama di kanal Youtube atau lebih keren disebut Youtubers.

Sebanyak 42 konten kreator itu dikumpulkan dalam forum Sarasehan Pencegahan Terorisme Bersama Konten Kreator di Yogyakarta, 4-7 September. Selama empat hari, mereka berkolaborasi dengan tim media sosial Pusat Media Damai (PMD) BNPT untuk menyamakan persepsi, berupa diskusi dan sharing pembuatan konten-konten video kreatif yang mendukung upaya pencegahan radikalisme dan terorisme.

“Adik adik ini diharapkan melakukan pencegahan terorisme melalui narasi dan konten berupa video dan sebagainya. Kami berharap kreativitas para Youtubers ini bisa mengajak dan membentengi masyarakat, terutama anak muda dari penyebaran radikalisme dan terorisme, terutama di media sosial,” kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Hamli, saat membuka Sarasehan Pencegahan Terorisme Bersama Konten Kreator di Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

Hamli melanjutkan bahwa peran penggiat dan pembuat konten kreatif di dunia maya ini sangat penting. Pasalnya, konflik yang terjadi di Timur Tengah, itu berawal dari radikalisme yang kemudian memuncak menjadi terorisme, berawal dari perang konten, baik itu konten berita maupun konten video di media sosial.

Salah satunya di Suriah, negara yang dulunya mirif dengan Indonesia. Suriah negara yang indah yang terdiri dari bermacam-macam agama dan etnis. Namun mereka akhirnya terlibat konflik. Disitulah kelompok radikal masuk memperkeruh suasana dengan melakukan berbagai cara seperti berita bohong (hoax) dan adu domba dengan isu SARA.

Kondisi ini juga pernah terjadi di Indonesia yaitu saat konflik Poso dan Ambon. Di sana, para pelaku radikalisme juga masuk sehingga kasus itu sangat sulit diselesaikan. Begitu juga di negara tetangga Filipina, tepatnya di Marawi yang harus ditangani dengan operasi militer.

“Intinya kelompok radikal selalu mencari daerah konflik untuk melakukan jihad, buat mereka jihad itu perang, bukan yang lain. Padahal dalam islam, jihad itu tidak hanya perang, tapi jihad dengan menuntut ilmu dan mencari nafkah,” jelas Brigjen Hamli.

Ia menegaskan bahwa akar terorisme biasanya berasal dari konflik wilayah yang membuat kondisi suatau negara menjadi tidak stabil. Disitulah terorisme bisa tumbuh subur. Ia juga menegaskan bahwa yang namanya terorisme itu bukan isapan jempol atau rekayasa, tapi kenyataannya memang ada. Seperti di Indonesia dengan serangkaian teror bom dari tahun 2000 sampai sekarang.

Pada kesempatan, Hamli memaparkan berbagai fenomena terorisme, terutama di Indonesia. Diawali potensi ancaman di Indonesia. Menurutnya, potensi ancaman radikalisme di Indonesia sangat besar karena Indonesia terdiri dari berbagai macan agama, suku, ras, dan lain-lain. Hal ini harus terus direduksi dan salah satunya dengan penyebaran konten positif di media sosial.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement