Jumat 07 Sep 2018 15:30 WIB

Pertempuran Akhir Idlib, AS akan Ikut Perang?

AS memiliki bukti Pemerintah Suriah sudah menyiapkan senjata kimia.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Sukarelawan White Helmets mencari korban setelah ledakan di Idlib, Suriah, April lalu.
Foto: EPA/Mohammed Badra
Sukarelawan White Helmets mencari korban setelah ledakan di Idlib, Suriah, April lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pasukan Suriah dibantu Rusia dan Iran sedang mempersiapkan serangan besar-besaran ke Idlib. Wilayah ini merupakan basis utama terakhir kelompok perlawanan terhadap Presiden Bashar al-Assad.

Kemenangan di Idlib akan memberikan legitimasi yang cukup kuat buat Assad untuk melanjutkan pemerintahannya. Hal itu juga memberi sinyal kekalahan Barat dan sekutu atas perang di Suriah yang sudah berlangsung selama tujuh tahun itu.

Namun, Pemerintah Amerika Serikat sepertinya tak akan tinggal diam. AS yang selama ini mendukung kelompok oposisi kembali memainkan isu senjata kimia. Washington mengatakan, terdapat cukup banyak bukti yang menunjukkan Suriah sedang mempersiapkan senjata kimia untuk menyerang Idlib. AS menyatakan, akan segera merespons dan bertindak bila serangan senjata kimia terjadi di Idlib.

“Saya sangat yakin bahwa kita memiliki alasan yang sangat-sangat baik untuk membuat peringatan ini (serangan senjata kimia). Ada banyak bukti bahwa senjata kimia sedang dipersiapkan,” kata penasihat khusus Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo untuk urusan Suriah, Jim Jeffrey.

Baca juga, AS Serang Suriah, 59 Misil Ditembakkan.

Sebelumnya, AS di bawah Presiden Donald Trump pernah melancarkan rudal ke Suriah menyusul penggunaan senjata kimia. Militer AS meluncurkan 59 misil penjelajah ke pangkalan udara militer Suriah pada April 2017.

Serangan dilakukan oleh dua kapal Angkatan Laut AS, USS Ross dan USS Porter, di timur Mediterania. Mereka menghantam pangkalan militer Shayrat di Provinsi Homs.

"Kami berdoa buat mereka yang terluka dan jiwa-jiwa yang telah meninggalkan kita," ujar Trump. 

Menurut Jeffrey, serangan militer oleh Suriah dan sekutunya Rusia ke Idlib akan memicu gelombang pengungsi cukup besar ke Turki tenggara atau daerah di Suriah yang berada di bawah kendali Ankara.

Turki, kata Jeffrey, telah betul-betul berusaha untuk menghindari serangan yang dilancarkan Pemerintah Suriah. “Saya pikir bab terakhir dari cerita Idlib belum ditulis. Orang-orang Turki berusaha mencari jalan keluar dan telah menunjukkan banyak perlawanan terhadap serangan,” katanya.

Turki, Iran, dan Rusia memang akan menggelar pertemuan di Teheran. Pertemuan itu secara khusus akan membahas tentang situasi terkini di Idlib dan rencana agresi ke wilayah tersebut. Menurut Jeffrey, Prancis juga telah mengundang AS, Yordania, Mesir, Arab Saudi, Jerman, dan Inggris untuk melakukan pembicaraan di sela-sela pertemuan PBB untuk membahas Suriah.

Jeffrey menilai, Assad tidak lagi memiliki masa depan sebagai penguasa di Suriah. Kendati demikian, ia menegaskan, AS tak memiliki niatan untuk menyingkirkannya dan akan bekerja sama dengan Rusia dalam proses transisi politik. "Saat ini (Pemerintah Suriah) adalah mayat yang duduk di reruntuhan dengan hanya setengah wilayah Suriah di bawah kendali rezim pada hari yang baik,” ujar Jeffrey.

Serangan militer ke Idlib telah dimulai pada Selasa (4/9). Serangan dibuka dengan bom-bom udara yang dijatuhkan pesawat tempur Rusia. Hal tersebut dikonfirmasi kelompok Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia. Namun, Rusia belum mengonfirmasi tentang serangan itu.

Serangan kembali terjadi pada Kamis (6/9). Kelompok Observatorium mengatakan, pesawat tempur, yang diyakini milik Rusia, menjatuhkan bom dan menghantam desa di selatan Idlib serta sebuah desa di Provinsi Hama yang berdekatan. Rusia pun belum mengonfirmasi tentang serangan tersebut.

Idlib merupakan wilayah yang hendak direbut kembali oleh Suriah dengan bantuan sekutunya, yakni Rusia dan Iran. Saat ini, Idlib masih dikuasai milisi pemberontak yang menentang pemerintahan Bashar al-Assad. Idlib menjadi satu-satunya wilayah yang masih berada di luar kontrol Pemerintah Suriah. 

PBB telah memperingatkan, serangan ke Idlib, yang dihuni 2,9 juta orang, berpotensi menciptakan keadaan darurat kemanusiaan dalam skala yang belum terlihat sebelumnya. Jumlah warga Idlib yang membutuhkan bantuan, yang saat ini sudah cukup tinggi, akan melonjak tajam. Sementara itu, 800 ribu orang diperkirakan dapat mengungsi bila serangan besar-besaran terjadi di sana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement