REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Sebanyak 400 calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang berkualifikasi sarjana teknik sipil telah berada di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Mereka diperbantukan untuk memberikan pendampingan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan yang rusak akibat gempa.
Ketua Satuan Tugas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Perumahan dan Permukiman Pascagempa NTB Kementerian PUPR Adjar Prayudi mengatakan, tugas utama para CPNS adalah melakukan sosialiasi dan pendampingan terhadap pembangunan Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) yang sudah terbukti dan direkomendasikan sebagai rumah tahan gempa.
Program sosialisasi dan pendampingan RISHA diprioritaskan kepada daftar nama yang telah mendapatkan bantuan dana untuk rumah rusak dari pemerintah.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyerahkan bantuan senilai Rp 50 juta kepada 5.293 warga yang rumahnya rusak berat akibat gempa dari 71 ribu rumah rusak yang masih dalam proses verifikasi di Pemenang, Lombok Utara, pada Ahad (2/9).
Satuan Tugas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Perumahan dan Permukiman Pascagempa NTB telah mendirikan tiga basecamp di Tanjung, Lombok Utara; Sembalun, Lombok Timur; dan Gunungsari, Lombok Barat dengan wilayah kerja di Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Kota Mataram. Dalam waktu dekat, sejumlah personel juga akan dikirim ke Sumbawa dan Sumbawa Barat yang juga terdampak setelah gempa susulan pada Ahad (19/8).
Adjar mengatakan, ratusan CPNS tersebut akan berada di NTB selama satu bulan ke depan, berdasarkan perintah dari Menteri PUPR. Hal ini masih bisa diperpanjang melihat kondisi ke depan.
Keberadaan ratusan CPNS yang telah berada di Pulau Seribu Masjid untuk segera menunaikan tugasnya mengalami sejumlah kendala. Adjar menyebutkan, rencananya, para CPNS ini akan ditempatkan di daerah atau masyarakat yang telah mendapatkan bantuan rehabilitasi rumah. Namun, ia mengaku kesulitan mendapatkan data terkait lokasi 5.293 masyarakat terdampak yang telah mendapatkan bantuan.
"5.293 itu yg disasar duluan, itu yang dicari, sementara datanya kita belum dapat. Kita minta BNPB disuruh ke BPBD, di BPBD suruh ke bupati, dari bupati disuruh tanya ke BRI, bagaimana muter-muter," ujarnya kepada Republika.co.id di Mataram, NTB, Kamis (6/9).
Ia mengaku telah bersurat ke pemda agar diberikan data tentang lokasi penerima bantuan sehingga para CPNS bisa melalukan pendampingan pembangunan RISHA.
"Saya bersurat supaya saya dikasih lokasinya, supaya nembaknya tepat, kalau enggak kita boros ke sana. Ternyata rekening yang dipunyai baru 10 orang, padahal warga rusak berat lebih, jadi dua kali ke situ," ucap dia.
Adjar menilai, data soal penerima bantuan sangat diperlukan agar proses percepatan pembangunan rumah bisa segera terealisasi.