Kamis 06 Sep 2018 15:37 WIB

Kiai Ma'ruf: Jangan Terjebak pada Isu yang Timbulkan Konflik

Ia berpendapat, 2019GantiPresiden sebaiknya tidak digunakan dalam kampanye.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir menerima bakal calon wakil presiden Ma'ruf Amin di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (5/9).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir menerima bakal calon wakil presiden Ma'ruf Amin di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bakal calon wakil presiden (cawapres) KH Ma’ruf Amin mengimbau agar masyarakat tidak terjebak pada isu-isu yang dapat menimbulkan konflik pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Isu tersebut seperti gerakan #2019GantiPresiden.

Ia berpendapat, gerakan #2019GantiPresiden sebaiknya tidak digunakan dalam kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Ia menambahkan, masyarakat yang ingin mendukung calon presiden sebaiknya fokus menyosialisasikan program yang akan dilakukan pada periode 2019-2024.

Kiai Ma'ruf menyampaikan hal itu setelah dimintai tanggapan terkait adanya perang tagar di media sosial yang bisa membawa ke ranah konflik. “Kita saling memajukan program saja supaya tidak terjadi konflik perang. Jadi, sebaiknya kita memajukan program kita masing-masing,” ujar KH Ma'ruf saat ditemui di Kantor PP Muhammdiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/9) malam. 

Polemik tagar ini dimulai ketika kubu oposisi melahirkan gerakan #2019GantiPresiden. Kemudian, pendukung kubu Jokowi meluncurkan tagar tandingan #2019TetapJokowi atau #Jokowi2Periode.

Setelah pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden, polemik tagar ini kian memanas. Polemik tagar ini menyeruak setelah adanya penolakan deklarasi #2019GantiPresiden di Pekanbaru dan Surabaya. 

Polri pun menyampaikan penyampaian pendapat di muka umum dilindungi undang-undang asalkan tidak mengesampingkan lima faktor. Pertama, dalam menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak dan kebebasan orang lain. 

Kedua, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum. Ketiga, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Keempat, menjaga dan menghornati keamanan dan ketertiban umum. Kelima, menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Kepolisian sudah menyatakan akan memperbolehkan tanda pagar (tagar) atau hashtag mendukung atau kontra presiden. Dengan catatan, tidak ada pihak yang mempermasalahkan tagar tersebut.

Jokowi juga sempat menyebut Indonesia memang negara demokrasi yang menjamin warganya berpendapat dan berkumpul, tetapi tetap ada batasan. Salah satunya adalah ketertiban sosial dan menjaga keamanan. “Aturan-aturan. Artinya apa? Polisi melakukan sesuatu itu untuk apa? Ketertiban sosial untuk menjaga keamanan," kata Jokowi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement