Kamis 06 Sep 2018 15:03 WIB

Menpar Ajak Milenial Investasi di Pariwisata

Arief Yahya mengajak generasi milenial untuk terlibat dalam pengembangan pariwisata.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Gita Amanda
Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Pariwisata Arief Yahya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengajak generasi milenial untuk terlibat dalam pengembangan pariwisata Indonesia. Di antaranya melalui investasi untuk pembangunan destinasi wisata digital dan nomaden atau tempat wisata yang ‘dapat berpindah-pindah’.

Arief mengatakan, dua jenis tempat wisata tersebut memiliki kesesuaian karakter dengan sifat dan kemampuan generasi milenial. Untuk wisata digital, modal yang dibutuhkan masih terbilang terjangkau sehingga cocok untuk para generasi muda.

"Saya perkirakan, nilai investasinya per tempat adalah Rp 200 juta," ujarnya ketika ditemui Republika.co.id usai menghadiri The 4th ASEAN Marketing Summit di Raffles Jakarta, Kamis (6/9).

Menurut Arief, investasi bisa dilakukan secara berkelompok, sehingga lebih cocok untuk milenial yang memang senang bersosial. Prinsipnya, dibangun milenial, dikembangkan milenial dan dipakai oleh milenial juga. Salah satu contoh destinasi wisata digital yang sudah ada adalah Pasar Pancingan Lombok.

Arief menuturkan, modal yang dibutuhkan dalam membangun destinasi wisata digital terjangkau karena komponen pembangunan juga tidak banyak. Dengan modal sistem cahaya bagus dan penataan ruangan atau lingkungan sedikit, suatu daerah bisa dikembangkan untuk destinasi wisata digital. "Terpenting, harus Instagrammable," ucapnya.

Arief melihat, potensi destinasi wisata digital akan terus berkembang seiring dengan semakin melekatnya sosial media dalam kehidupan masyarakat. Khususnya untuk milenial yang mencapai 34 persen masyarakat Indonesia.

Sementara itu, untuk destinasi nomaden, nilai investasi yang dibutuhkan memang lebih besar. Arief memprediksi, per lokasi membutuhkan biaya Rp 10 miliar. Nilai ini didapatkan dari pembangunan Orchid Forest di Cikole, Lembang. Meski besar, milenial dapat menyiasatinya dengan cara "patungan".

Arief menilai, karakter destinasi nomadik bisa masuk dengan sifat generasi milenial yang lebih senang berpindah-pindah dibanding harus diam di satu tempat. "Misalnya, untuk home pod atau homestay yang dapat moving. Kalau satu area tidak menguntungkan, bisa pindah ke tempat lain," ucapnya.

Tidak harus berbentuk homestay, Arief menambahkan bahwa wisata destinasi nomadik juga bisa dikembangkan dengan karavan. Mobil berukuran besar yang bisa berfungsi sebagai hunian sementara ini juga sudah menjadi tren di beberapa kalangan milenial.

Arief menambahkan, destinasi wisata nomadik sesuai dengan karakter milenial yang haus akan pengalaman, baik sebagai investor ataupun konsumen. "Dengan kemudahan ini, saya ajak anak-anak muda untuk mulai berinvestasi di pariwisata," tuturnya. 

Sementara itu, Praktisi Marketing Internasional sekaligus Chairman dan Founder MarkPlus, Inc. Hermawan Kertajaya menjelaskan, milenial kini memang menjadi pasar yang berpengaruh besar terhadap marketing. Khususnya untuk pemasaran di platform media sosial.

Selain sebagai target pasar, Hermawan menambahkan, milenial juga berpotensi besar sebagai pelaku usaha. "Buktinya, dari tujuh unicorn (perusahaan rintisan yang bernilai lebih dari 1 miliar dolar AS), empat di antaranya adalah Indonesia. Keempatnya dibangun dan dikembangkan milenial," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement