Jumat 07 Sep 2018 07:36 WIB

10 Ribu Jam Demi Medali Emas

Tidak ada kesuksesan instan, semua berawal dari ketekunan.

Jurnalis Republika, Indira Rezkisari
Foto: dokpri
Jurnalis Republika, Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Indira Rezkisari*

Asian Games memang sudah berakhir. Tapi demamnya masih dirasakan. Orang-orang masih membicarakan pembukaan seremoni Asian Games yang begitu memukau, kisah haru para atlet Indonesia peraih emas, pelukan hangat dua tokoh politik nasional usai pesilat Indonesia meraih emas, sampai penampilan boyband Korea saat penutupan.

Rasanya, selama Asian Games masyarakat se-Indonesia diajak melupakan hiruk pikuk politik dan diajak bangga dengan para atlet dan penyelenggaraan Asian Games yang berhasil membangkitkan rasa bangga pada Tanah Air. Sudah lama rasanya tidak melihat warga berbondong-bondong dengan keluarga dan sahabatnya rela berjalan kaki untuk masuk ke Gelora Bung Karno. Semuanya ingin merasakan, secuil nasionalisme lewat ajang Asian Games.

Sungguh hebat memang prestasi para atlet yang bertanding selama Asian Games. Apalagi setelah membaca wawancara perjuangan mereka agar bisa menjadi atlet.

Persiapan para atlet untuk menjadi juara sebenarnya sudah dimulai sejak belasan tahun lalu. Bahkan mungkin berpuluh tahun lalu.

Tengok saja apa kata Bambang Hartono, orang terkaya Indonesia peraih medali perunggu Asian Games 2018 untuk cabang bridge. Di usianya yang ke-79 tahun artinya Bambang sudah bermain bridge selama 73 tahun. Ya, dia sudah bermain sejak usianya enam tahun dimulai dari mengamati paman-pamannya bermain bridge setiap jam pulang sekolah. Sebagai pemain profesional, Bambang bahkan telah mulai berkompetisi di usia 12 tahun.

Seperti Bambang, atlet bulutangkis peraih emas Jonatan Christie atau akrab disapa Jojo juga mulai mengenal bulutangkis sejak usia enam tahun. Sang ayah adalah sosok yang pertama mengenalkannya ke olahraga bulutangkis.

Pada tahun 2008, Jojo di usianya yang saat itu 11 tahun, sudah mendapatkan sejumlah piala dari pertandingan bulutangkis di kejuaraan tingkat DKI dan nasional. Di tahun itu juga ia mendapatkan medali emas pertamanya dari Olimpiade Pelajar Sekolah Dasar se-Asia Tenggara.

Atlet selam asal Cina Si Yajie menceritakan perjuangannya sebagai atlet. Si bahkan mengatakan kemenangannya bukan sebuah rahasia. Adalah kerja keras yang membawa mereka meraih medali.

Si Yajie selalu bangun pagi-pagi sekali setiap hari dan latihan sepanjang hari. Si meraih dua emas selama Asian Games. Ia juga memenangkan medali perak pada Olimpiade lalu.

Para atlet penyelam Cina memang sudah basah di kolam sejak pukul 06.00. Tak hanya harus berlatih mereka juga harus menjaga berat badan agar lincah di air. Jenis makanan yang dikonsumsi bahkan diatur, tak jarang mereka hanya makan daging tanpa lemak dan sayuran hijau.

Buat saya, ibu dua anak yang masih tergolong kecil, kisah sukses para atlet tentu menginspirasi. Saya selalu percaya tidak ada kesuksesan yang datang dengan mudah. Kalau Anda iri dengan orang-orang yang sudah menduduki posisi tinggi di perusahaan, yakinlah semua datang karena kerja keras. Mereka kerap kali datang paling pagi dan pulang paling malam.

Penulis buku Outliers, Malcolm Gladwell, pernah mengulas soal teori 10 ribu jam latihan bisa menjadikan seseorang sebagai pakar di bidangnya. Ia menyebut, Bill Gates yang mulai belajar coding sejak usia 10 tahun lalu didukung dengan pendidikannya yang progresif mengantarkannya sebagai ahli di dunia komputer.

Dalam bukunya Gladwell menyebut beberapa contoh orang sukses yang sebelumnya sudah berkutat di bidangnya selama 10 ribu jam. Termasuk kesuksesan The Beatles diantaranya. Meski teori Gladwell itu kini banyak dipatahkan oleh teori lain yang menyebut faktor bakat atau genetik tidak kalah penting, tapi rasanya sulit mencapai kesuksesan secara instan bukan?

Pesan yang coba disampaikan Gladwell adalah, tidak semua orang terlahir sebagai seorang jenius. Kebanyakan orang membutuhkan usaha keras untuk bisa mencapai keberhasilan.

Kebiasaan untuk bekerja keras tak salah rasanya diajarkan sejak dini ke anak. Meski itu sederhana, misalnya memaksa anak masuk sekolah tepat waktu biarpun artinya harus membujuknya tidur lebih cepat supaya waktu tidurnya cukup, lalu membangunkannya pagi buta supaya tidak terlambat. Saya percaya disiplin akan membuatnya terbiasa tidak terlambat sampai besar nanti. Saya percaya anak yang dibiasakan berusaha keras, akan terbiasa pula berjuang untuk kehidupannya.

Oprah Winfrey merupakan salah satu orang yang menyukai teori 10 ribu jam Gladwell. Ia seperti banyak orang lainnya mengaku frustrasi dengan kaum muda masa kini yang menganggap kesuksesan itu bisa tercipta secara instan.

Kata Winfrey dalam wawancara dengan Pemimpin Redaksi Vogue Inggris, banyak anak muda mengira mereka akan lulus kuliah dan langsung memiliki segalanya. Padahal Winfrey yakin, butuh waktu untuk bisa mengembangkan karier, merek, atau apapun itu yang dikerjakan.

Golongan instan sebenarnya selalu terjadi di setiap generasi. Mungkin bedanya sekarang golongan instan ini lebih terpapar karena dunia maya. Jangan heran ada pengguna Instagram dengan pengikut ratusan akun saja sudah bisa mengaku sebagai selebgram dan dengan santainya meminta makanan gratis ke restoran dengan balasan akan diulas di akun media sosialnya.

Padahal selebgram kuliner yang saya tahu biasanya memang memiliki gairah besar soal kuliner. Mereka rela mengeluarkan uang sendiri untuk membayar makanan yang akan diulasnya. Mengapa? Saya rasa karena mereka punya integritas yang berasal dari kerja kerasnya.

Seperti kerja keras Bambang Hartono, Jonatan Christie, atau atlet lainnya yang bahkan tidak bisa pulang dari latihannya karena orang tuanya meninggal atau istrinya melahirkan. Alasannya sederhana. Mereka harus latihan (baca: bekerja keras) untuk mewujudkan mimpinya.

Karena, kecuali Anda lahir seperti Nicholas Young atau karakter fiktif dari novel Crazy Rich Asians yang diceritakan sebagai orang super kaya Singapura maka rasanya kita masih harus bekerja keras. Proposal, tesis, tender, medali, atau jabatan akan sulit dimenangkan jika masih malas-malasan.

*Penulis adalah Redaktur Gaya Hidup Republika.co.id

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement