Kamis 06 Sep 2018 10:29 WIB

Polisi Ringkus Lurah Hingga Camat di Bekasi Jadi Mafia Tanah

11 orang ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan akta jual beli tanah.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Andri Saubani
Sejumlah tersangka kasus mafia tanah yang menggunakan surat palsu di Jakarta Timur dan Kabupaten Bekasi ditunjukkan kepada wartawan saat rilis di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (5/9).
Foto: Antara/Reno Esnir
Sejumlah tersangka kasus mafia tanah yang menggunakan surat palsu di Jakarta Timur dan Kabupaten Bekasi ditunjukkan kepada wartawan saat rilis di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya meringkus lurah hingga camat di wilayah Bekasi, Jawa Barat, karena kedapatan menjadi mafia tanah. Camat yang ditangkap adalah mantan Camat Tarumajaya, dan para pelaku kini harus mendekam di balik jeruji.

“Ada juga staf desa dan juga Kepala Desa Segaramakmur, Tarumajaya, kemudian Camat Tarumajaya, Bekasi, kami tetapkan juga sebagai tersangka. Kemudian orang yang berperan serta aktif menjadi figur seolah-olah penjual dan pemilik tanah. Penjual adalah seorang pemilik kemudian pembelinya juga ada,” ujar Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary di Mapolda Metro Jaya, Rabu (5/9).

Kasus mafia tanah yang dilakukan oleh pejabat daerah itu, terbongkar setelah polisi menerima laporan dari salah seorang warga yang merasa keberatan, karena tiba-tiba terbit akta jual beli tanah miliknya dengan nama orang lain, pada Juli 2014 lalu. Setidaknya, ada 11 orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus ini.

Mereka adalah Dagul, Jaba, dan Agus yang berperan sebagai penjual, Melly sebagai pembeli, Herman Sujito yang saat kejadian menjabat sebagai Camat Tarumajaya, Agus Sopyan yang saat itu menjabat sebagai Sekkel Segaramakmur, Amran yang saat itu menjabat sebagai Lurah Segaramakmur, Barif yang saat itu menjabat sebagai staf bagian pemerintahan, Syafii yang saat itu menjabat sebagai staf desa dan Suhermansyah yang saat itu menjabat sebagai staf kecamatan.

Para pelaku membuat dokumen palsu seperti surat kematian palsu dan surat keterangan ahli waris palsu, yang dikerjakan oleh Dagul, Jaba, dan Agus, serta dibantu Barif. Barif menyiapkan data-data seperti alas hak tanah berupa Girik, surat penguasaan fisik, keterangan tidak sengketa dan surat-surat lain. Setelah itu, surat-surat tersebut dilegalisir dan disahkan oleh Amran sebagai kepala desa dan Agus Sopyan sebagai sekdes.

“Modus para tersangka ini adalah membuat dokumen-dokumen palsu tadi secara lengkap bekerja sama dengan oknum dari tingkat dusun sampai dengan Kecamatan kemudian mendatangi korban,” ujar Ade Ary.

Setelah dokumen lengkap, transaksi dilakukan antara pihak pembeli dengan penjual. Melly sebagai pihak pembeli menyerahkan uang sebesar Rp 600 juta untuk Barif. Uang tersebut kemudian dibagikan oleh Barif kepada sejumlah pihak yang telah membantu proses pembuatan dokumen palsu itu.

Kepolisian juga menemukan adanya dugaan pemalsuan 163 akta jual beli tanah yang dilakukan oleh Herman yang menjabat sebagai camat saat itu. Akta jual beli itu bahkan tertulis dalam buku catatan resmi Kecamatan Tarumajaya.

“Yang lebih menarik adalah bahwa dokumen-dokumen ini tercatat di buku yang resmi di kantor kecamatan setiap tahun bapak camat itu menutup administrasi buku ini di halaman terakhir,” kata Ade.

Hingga saat ini, polisi masih mengembangkan kasus tersebut, dan mengimbau warga yang menjadi korban dari mafia tanah itu agar melapor ke polisi. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal 263, 264, 266 KUHP dengan ancaman maksimal enam hukuman penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement