Selasa 04 Sep 2018 19:52 WIB

Partai Harus Berani Pecat dan PAW 41 Anggota DPRD Malang

Kasus yang menimpa DPRD Malang merupakan bencana besar.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Andi Nur Aminah
Anggota DPRD Kota Malang Suparno Hadiwibowo, Teguh Mulyono, Choeroel Anwar (dari kiri) mengenakan rompi oranye usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (3/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anggota DPRD Kota Malang Suparno Hadiwibowo, Teguh Mulyono, Choeroel Anwar (dari kiri) mengenakan rompi oranye usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (3/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan sebanyak 22 orang anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka suap dan gratifikasi. Maka dari itu, hingga kini total ada 41 anggota DPRD Malang yang telah berstatus tersangka dari jumlah 45 anggota DPRD yang ada.

Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menyatakan, kasus yang menimpa DPRD Malang merupakan bencana besar. Direktur Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah mengatakan, terdapat dua hal yang sangat ditunggu publik terkait hal itu.

Pertama, semua anggota yang terlibat langsung mundur dan diganti. Kedua, partai harus berani bersikap untuk memecat mereka karena dipandang merusak citra partai lalu dilakukan Penggantian Antar Waktu (PAW).

“Ini menandakan bahwa lembaga terhormat itu sekarang ini sudah gagal menjaga marwah sebagai lembaga penjaga nilai,” kata Syamsuddin dalam keterangan tertulis diterima Republika.co.id, Selasa (4/9).

Sebagai lembaga terhormat, DPR dan DPRD sejatinya dibentuk sebagai lembaga chek and balance terutama dalam menjaga otoritarian eksekutif. Namun, wibawa lembaga terhormat lembaga tersebut kali ini betul-betul runtuh. Kondisi tersebut harus segera diatasi. Terutama intervensi langsung dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sebab, hampir seluruh anggota dewan terseret kasus.

Ditetapkannya 41 anggota DPRD sebagai tersangka oleh KPK menciptakan masalah baru. Syamsuddin menilai masalah baru itu utamanya menyangkut pembangunan di Kota Malang. Tentu, saat ini sudah banyak agenda pemerintahan yang harus dibahas. Khususnya menyangkut APBD Perubahan 2018 maupun RAPBD 2019. “Jika tidak, pembangunan Kota Malang terancam lumpuh,” ujarnya.

Syamsuddin mengungkapkan, peristiwa tersebut tentu saja tidak terjadi secara instan. Semua terjadi akibat dampak atas berbagai sistem yang tidak berjalan. "Perlu dipahami bahwa orang yang sejatinya menjadi anggota DPR dan DPRD sebagaimana diamanatkan dalam UU Pemilu dan UU Parpol adalah mereka yang selama ini telah melalui fase pengkaderan di partai politik. Partai politiknya yang diberi amanah menjadi laboratorium satu-satunya yang bisa mencetak kader-kader politisi handal berkarakter dan tentu bermoral," katanya.

Itu pula sebabnya, negara setiap tahun menggelontorkan dana bantuan partai politik melalui APBN dan APBD yang jumlahnya sungguh fantastis setiap partai. "Tujuannya apa? Agar partai politik secara rutin melakukan pengkaderan, membina kadernya agar berkualitas dalam memperjuangkan aspirasi rakyat," jelas Syamsuddin.

Sayangnya, cita-cita ideal negara ini justru diabaikan. Partai rajin terima dana negara tapi malas melakukan kaderisasi. Faktanya, setiap pemilu, partai kesulitan mencari caleg. Ada yang saling membajak kader. Bahkan sampai harus menabrak aturan dengan memaksakan maju caleg meski mantan koruptor. "Ini bukti sederhana partai sekarang miskin kader," tambahnya   

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement