REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang akan merevisi aturan label dan iklan produk pangan, khususnya susu kental manis (SKM) dinilai kurang tepat.
"Revisi aturan tentang iklan dikarenakan suatu produk tertentu merupakan langkah yang tidak tepat. Menurut kami, seharusnya suatu kebijakan itu dibuat atau direvisi berdasarkan kondisi industri secara keseluruhan, bukan atas suatu produk tertentu," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijaya.
Menurut dia, langkah BPOM tersebut malah akan membuat produsen SKM akan merugi. Dan jika hal itu terjadi maka akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja bagi karyawannya.
Selain itu, lanjut dia, produsen SKM sebenarnya juga telah memberi label komposisi pada produknya untuk diketahui oleh konsumen.
"Jadi ini sebenarnya kembali kepada pilihan si konsumen. Coba lihat iklan rokok, meskipun diberi gambar tengkorak dan yang seram-seram, tetap saja konsumen membeli," katanya.
Dia memberikan saran kepada BPOM agar lebih mengatur pada produk formalin yang saat ini masih sangat masif di pasaran dan lebih membahayakan.
Atas dasar hal tersebut, lanjut dia, tidak menutup kemungkinan bagi DPR terutama komisi yang terkait, untuk meminta klarifikasi BPOM terkait dengan rencana revisi aturan label dan iklan pangan tersebut.
"Hal ini diperlukan agar tidak muncul polemik yang didasari kecurigaan mengenai adanya indikasi perang dagang dalam proses revisi aturan iklan tersebut," kata dia.
Sebelumnya BPOM telah menerbitkan edaran mengenai label dan iklan susu kental manis pada Mei 2018.
Dalam edaran tersebut, BPOM memberikan sejumlah pembatasan iklan produk susu kental manis di antaranya larangan menampilkan anak-anak berusia di bawah lima tahun, larangan menggunakan visualisasi gambar susu cair atau susu dalam gelas serta larangan menayangkan iklan pada jam tayang acara anak-anak.