Selasa 04 Sep 2018 16:40 WIB

DIY Tekan Peredaran Minuman Keras dan Narkoba

Kasus penyalagunaan tembakau gorila terbilang cukup sering terjadi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
 Konferensi pers penangkapan penyalahgunaan narkoba jenis tembakau gorila di Mapolda DIY, Selasa (4/9).
Foto: Wahyu Suryana.
Konferensi pers penangkapan penyalahgunaan narkoba jenis tembakau gorila di Mapolda DIY, Selasa (4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Penekanan terhadap peredaran minuman keras dan narkoba di DIY terus dilakukan. Semua elemen berperan mulai Kepolisian Daerah (Polda), Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi, sampai Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY.

Usai pemusnahan barang bukti narkoba yang dilakukan BNNP DIY, dan Diresnarkoba Polda DIY bulan lalu, kini Polda DIY melakukan pemusnahan terhadap barang bukti minuman keras (miras).

Jumlahnya tidak tanggung-tanggung. Ada 1.150 plastik minuman beralkohol atau minuman oplosan siap edar yang dimusnahkan. Ironisnya, ribuan barang bukti miras itu didapatkan dari satu komplotan saja.

Satu komplotan itu terdiri dari dua tersangka berinisial Sp dan EP. Keduanya diduga memproduksi dan memperdagangkan minuman beralkohol atau oplosan yang sengaja tidak memenuhi standar keamanan pangan.

Atau, memperdagangkan pangan olahan berupa minuman beralkohol atau minuman oplosan dalam kemasan eceran yang tidak memiliki izin edar. Produksi dilakukan di rumah mereka di Jogoyudan, Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta.

"Tanpa memiliki izin edar minuman dijual kepada konsumen dalam kemasan eceran plastik setengah kilogram, sebagaimana dimaksud dalam pasal 140 atau pasal 142 UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pangan Jo pasal 55 ayat (1) KUH Pidana," kata Dirreskrimsus Polda DIY, Kombes Pol Gatot Budi Utomo, Selasa (4/9).

Kasubdit 1 Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Adrie Satiagraha menerangkan, pelaku melakukan pengeoplosan dengan air putih, alkohol, krimer, jamu bubuk, dan perasa. Selanjutnya, dikemas dan diedarkan sekitar Rp 5.000 per plastik.

"Kedua tersangka tidak dilakukan penahanan karena ancaman hukuman dua tahun," ujar Andrie.

Dari tangan tersangka, polisi mengamankan sejumlah barang bukti. Ada 95 plastik minuman beralkohol yang disita dari konsumen, dan 1.140 plastik minuman beralkohol yang disitas dari tersangka.

Ada pula delapan liter air putih, satu jerigen perasa mocca, 78 liter air putih, 37 bungkus jambu serbuk, 14 kaleng krimer, 300 bungkus kosong jamu serbuk, dan 80 bungkus kaleng kosong krimer.

Kemudian, ada tiga jerigen kosong ukuran 30 liter, satu jerigen kosong ukuran 25 liter, tiga jerigen kosong ukuran 20 liter, dua jerigen kosong ukuran 10 liter, dua corong ukurang 4,1 liter, dan satu corong ukuran satu liter.

Turut diamankan satu gelas belimbing, sembilan bungkus plastik es ukuran 11x22, tujuh bungkus tas plastik kecil, enam bungkus tas plastik besar, satu drum besar, satu botol pecita rasa dan aroma kopi mocca, satu botol pasta, dan 100 plastik minuman alkohol.

Koordinator Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati DIY, Dandeni Herdiana, membenarkan, kepada kedua tersangka memang tidak dilakukan penahanan. Itu didasarkan terhadap sejumlah pertimbangan.

"Tergantung banyaknya barang bukti yang disita, terus jenis-jenisnya, seberapa tingkat membahayakannya, jadi kalau sampai membayakan nyawa segala macam tentu hukumannya kita perberat," kata Dandeni.

Ia mengingatkan, kasus ini memiliki ancaman hukuman penjara atau denda yang berarti bisa dua pilihan itu. Tapi, tersangka didapati bukan resedivis dan baru pertama terkena kasus tersebut.

Dandeni menegaskan, pemilihan hukuman dilakukan hakim dan jaksa, bukan merupakan pilihan pelaku. Pertimbangannya diambil dari berbagai segi, termasuk latar belakang pelaku.

"Kita lihat berapa lama dia melakukan, tujuan dia melakukan seperti apa, apakah perbuatan dia menimbulkan korban meluas, dan dari jenis-jenis yang diproduksinya seperti apa," ujar Dandeni.

Metode termasuk salah satu pertimbangan. Sebab, lanjut dia, jika memang itu diproduksi secara massal, kemungkinan hukuman yang diberikan pasti akan diperberat.

Sayang, ancaman yang ada memang tidak terlalu berat yaitu penjara dua tahun dan denda maksimal Rp 4 miliar. Untuk miras oplosan, ia merasa cukup jarang terjadi di DIY.

Belum banyak pula yang masuk kategori denda sampai miliar, masih berkisar puluhan dan ratusan juta. Kemungkinan dikarenakan kasus-kasus yang ada masih diproduksi secara rumahan.

Pada kesempatan lain, Ditresnarkoba Polda DIY merilis penangkapan terhadap tiga tersangka penyalahgunaan tembakau gorila. Untuk DIY, kasus penyalagunaan tembakau gorila terbilang cukup sering terjadi.

Kali ini, penangkapan dilakukan kepada tiga orang yang ketiganya masih berusia 18 tahun dan berstatus pelajar. Narkoba diketahui didapatkan usai melihat iklan di salah satu akun Instagram bernama Glue Trip.

"Total barang bukti narkotika jenis tembakau gorila yang berhasil disita sejumlah 2,01 gram," kata Wadirresnarkoba Polda DIY, AKBP Baron Wuryanto, yang ditemui di Ditresnarkoba Polda DIY.

Pembelian dilakukan dengan patungan, dan secara daring (online) dilakukan tersangka berinisial BG dan GP. Lalu, tersangka berinisial PA melakukan pembelian langsung kepada kurir.

Untuk tembakau gorila sendiri, memang masih menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 20 tahun 2018 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika di Dalam Lampiran UI RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Pengungkapan kasus ini dilakukan dalam rangka mencegah peredaran gelap narkoba di DIY. Ini sekaligus bukti upaya-upaya bersifat preventif atau pencegahan, sekaligus represif atau penegakan hukum atas peredaran narkoba di DIY.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement