Kamis 30 Aug 2018 18:43 WIB

Eni Saragih Ajukan Justice Collaborator

Idrus diduga mengetahui pemberian uang dari Johannes ke Eni.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih  memberikan keterangan kepada media  usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin (24/7).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih memberikan keterangan kepada media usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Saragih, Robinson mengungkapkan kliennya siap bekerjasama dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar skandal suap proyek PLTU Riau-1. Menurut Robinson politikus Golkar itu akan mengajukan justice collaborator (JC) kepada penyidik KPK.

"Kemungkinan besar, iya (akan mengajukan JC)," kata Robinson saat dikonfirmasi, Kamis (30/8).

Robinson memastikan surat JC akan diajukan kepada penyidik KPK dalam waktu dekat. Ia pun optimis bahwa permohonan JC kliennya akan dikabulkan KPK.

"Mungkin (pengajuannya) pada saat diperiksa sebagai tersangka nanti," kata Robinson.

Robinson berharap setidaknya kliennya mendapat keringanan hukuman dalam vonisnya nanti. "Kita juga berharap bu Eni dapat keringanan," ujar dia.'

Sebelumnya, dalam beberapa kali pemeriksaan Eni mengungkapkan bahwa dirinya membeberkan semua yang telah terjadi terkait suap PLTU Riau-1. Tidak hanya soal perintah Idrus Marham, bahkan Eni juga membeberkan pertemuan-pertemuan yang dihadiri Dirut PT PLN Sofyan Basir dan ‎pemegang saham Blackgold Natural Insurance Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka Ketiga tersangka itu antara lain, Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih, bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo dan teranyar Idrus Marham.

Diduga saat menjabat sebagai PIt Ketua Umum Partai Golkar periode November sampai dengan Desember 2017 dan Menteri Sosial, Idrus diduga mengetahui dan memiliki andiI terkait dengan penerimaan uang oleh Eni dari Johannes. Diketahui, sekitar November Desember 2017 dIduga Eni menerima Rp 4 Miliar. Lalu, sekitar bulan Maret dan Juni 2018 diduga Eni jiga menerima sekitar Rp2,25 Miliar.

Idrus juga diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan Purchase Power Agreement (PPM/jual beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau 1. Selain itu, Idrus juga diduga telah menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni sebesar  1,5 juta dollar AS yang dijanjikan Johannes  apabila PPA Proyek PLTU Riau 1 berhasil dllaksanakan oleh Johannes dan kawan-kawan.

Dalam penyidikan perkara awal yang sudah dilakukan sejak 14 Juli 2018 hingga hari ini sekurangnya penyidik telah memeriksa 28 orang saksi. Atas perbuatannya, Idrus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ke-2 KUHPJuncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement