REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) segera merehabilitasi dan merekonstruksi rumah dan fasilitas umum korban gempa bumi di wilayah Lombok. Wilayah tersebut meliputi Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Kota Mataram dan wilayah lainnya yang juga terdampak di kawasan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Hal itu sejalan dengan Instruksi Presiden Joko Widodo nomor 5 tahun 2018 tentang percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana gempa bumi di wilayah Lombok. Perbaikan rumah dimulai pada 1 September 2018. Sesuai arahan Wakil Presiden Jusuf Kalla, ditargetkan selesai dalam waktu enam bulan. Dengan demikian, NTB bisa bangkit kembali lebih cepat.
Rehab rekon rumah yang rusak akan dilakukan masyarakat secara gotong royong, dengan pendampingan dari tenaga fasilitator. Rumah dibangun dengan kualitas yang lebih baik, mampu menahan guncangan gempa karena potensi gempa terjadi di masa mendatang tetap ada.
Kementerian PUPR bertugas melakukan pendampingan sehingga secara teknis bisa dipertanggungjawabkan kualitasnya. Untuk itu, Kementerian PUPR akan mengirimkan sebanyak 400 insinyur muda yang merupakan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2017 untuk menjadi pendamping masyarakat dalam membangun rumah tahan gempa di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Para CPNS akan diberangkatkan secara bertahap mulai 30 Agustus 2018 dengan menggunakan pesawat Hercules milik TNI.
“Prinsipnya adalah build back better. Mereka akan dilatih 1-2 hari mengenai rumah tahan gempa yakni Risha (Rumah Instan Sederhana Sehat) yang merupakan hasil inovasi Balitbang Kementerian PUPR sebelum disebar ke berbagai lokasi di NTB khususnya Pulau Lombok. Di Lombok saat ini sudah ada aplikator Risha yang akan mengajarkan cara membuat dan merakit Risha serta sudah ada rumah contoh yang dibangun serta cetakan beton modularnya. Mereka akan bertugas minimal satu bulan,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pada saat memberikan pengarahan kepada para CPNS yang akan ditugaskan di Pulau Lombok di Jakarta, (28/8).
Basuki menambahkan, dalam melakukan pendampingan nantinya akan dibentuk tim fasilitator yang terdiri dari 9-10 orang yang bertanggung jawab untuk pendampingan rehab rekon 100-150 rumah. Namun banyaknya jumlah dan luasnya sebaran rumah yang rusak membutuhkan tenaga fasilitator yang banyak pula. Diperkirakan kebutuhan tenaga pendamping untuk perbaikan sekitar 74 ribu unit rumah diperlukan sebanyak 2.000 tenaga fasilitator. Oleh karena itu, Kementerian PUPR juga mengajak keterlibatan mahasiswa teknik PTN/PTS untuk menjadi bagian dari tim fasilitator sebagai bagian dari kuliah kerja nyata (KKN) mahasiswa dalam mempercepat proses rehab rekon.
Sementara itu, Dirjen Cipta Karya Danis H Sumadilaga mengatakan, pemerintah memberikan bantuan sebesar Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, Rp 25 juta rumah rusak sedang dan Rp 10 juta untuk memperbaiki rumah rusak ringan.
Perkuatan struktur rumah tidak hanya diperlukan pada rumah yang mengalami rusak berat saja namun rumah-rumah dengan kategori rusak sedang dan rusak ringan. Hal ini dikarenakan hampir seluruh rumah yang rusak disebabkan tidak memiliki struktur bangunan yang baik seperti tidak adanya kolom dan tulangan besi.
Untuk fasilitas publik seperti pasar, sekolah, rumah ibadah, puskesmas dan rumah sakit ditargetkan bisa kembali berfungsi memberikan pelayanan pada Desember 2018. Jumlah fasilitas publik yang rusak masih terus dilakukan verifikasi. Sementara ini jumlah sekolah yang rusak 330 buah terdiri dari 14 Taman Kanak, 175 Sekolah Dasar, 67 SMP/MTS, serta 74 SMA/MA. Sedangkan Rumah Ibadah sebanyak 6 rusak, Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesdes, dan Posyandu sebanyak 118 rusak, sedangkan untuk Pasar sebanyak 22 juga dilaporkan rusak.
“Angka ini masih terus bergerak. Untuk fasilitas publik, seperti pasar yang sudah mulai kita kerjakan rekonstruksinya, yakni Pasar Tanjung dan Pasar Pemenang,” ujar Danis.