Rabu 29 Aug 2018 20:04 WIB

Musibah tak Surutkan Semangat dalam Beribadah

Musibah tak Surutkan Semangat dalam Beribadah (Foto Ada) LOMBOK UTARA -- Musibah ben

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Andi Nur Aminah
Warga shalat magrib berjamaah di pos pengungsian di Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, NTB, Rabu (29/8).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Warga shalat magrib berjamaah di pos pengungsian di Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, NTB, Rabu (29/8).

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK UTARA -- Musibah bencana memang meluluhlantakan bangunan rumah warga. Namun, tidak akan sampai meruntuhkan semangat mereka dalam beribadah.

Republika.co.id menyaksikan khidmatnya prosesi ibadah shalat yang dilakukan warga terdampak gempa di Dusun Empak Mayong Desa Kayangan kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara (KLU), Nusa Tenggara Barat (NTB). Orang tua hingga anak-anak sudah bersiap mendirikan Shalat Magrib begitu azan berkumandang di masjid darurat yang dibuat menggunakan terpal seadanya.

Lokasi Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, terbilang cukup jauh dari Kota Mataram, sekira 55 kilometer (km) atau dua jam perjalanan. Sementara dari posko utama penanganan darurat bencana yang berada di Lapangan Tanjung, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, berjarak sekira 27 km atau 45 menit perjalanan.

Letak permukiman penduduk di KLU bervariasi, di mana sebagian tinggal di wilayah pesisir pantai, sedang sebagian lain mendiami kawasan perbukitan. Dampak gempa dengan isu tsunami, membuat warga memilih mengungsi di areal dengan dataran lebih tinggi seperti di Dusun Empak Mayong.

Jelang azan tiba, warga berbondong-bondong menuju mushala darurat untuk menunaikan shalat. Keberadaan mushala darurat, MCK, dan dapur umum di sini diinisiasi relawan dari Wahana Muda Indonesia (WMI) yang telah mendirikan posko di lokasi tersebut pascagempa pada Ahad (5/8).

Warga Kayangan, Haji Sarimah Ibnu Sadah, rutin menjadi imam dalam setiap shalat di masjid darurat. Sehari-harinya, ia merupakan imam di sejumlah masjid yang ada di kampungnya. Alumni Pondok Modern Gontor ini mengatakan tak lagi menjadi imam di masjid, lantaran masjid yang ada di kampungnya telah roboh akibat gempa. Sarimah merupakan satu dari banyak warga yang hingga kini masih tinggal di tenda-tenda darurat yang ada di kampung tersebut.

"Ada 12 masjid di desa ini, rusak semua. Kalau di Kecamatan Kayangan, mungkin sekitar 80 masjid rusak. Untuk beribadah ya buat mushala sementara," ujarnya.

Sarimah mengatakan, setelah shalat berjamaah juga selalu menyisipkan tausiah kepada para jamaah agar selalu mengingat Allah SWT. Ia mengajak masyarakat untuk tidak lalai beribadah meski dalam kondisi yang penuh duka.

"Meski di tengah musibah, alhamdulillah warga yang biasa jarang ke masjid sekarang di mushala darurat jamaah banyak. Mudah-mudahan pascagempa kalau udah normal lebih semangat lagi dalam beribadah," kata dia.

Seorang pengungsi, Mariam (50) mengaku sangat terbantu dengan adanya para relawan yang terus mendampingi warga di sini. Rumah Mariam sendiri berada di pesisir pantai, tepatnya di Dusun Lokok Rangan, Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan. Namun, rumahnya sudah rata dengan tanah akibat gempa sehingga ia bersama keluarga memilih mengungsi di Dusun Empak Mayong.

"Ya alhamdulillah ini ada banyak relawan dari luar yang berada di sini, buatkan kami MCK dan mushala untuk kita bisa shalat," kata Mariam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement