Rabu 29 Aug 2018 01:13 WIB

Ini Cerita Kronologi Persekusi Neno dan Ahmad Dhani ke DPR

Izin aksi dan deklarasi gerakan #2019GantiPresiden ditolak kepolisian.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Polisi mengamankan seorang pemuda dari amukan massa saat aksi yang melibatkan dua kubu yang mendeklarasikan #2019 Ganti Presiden dan kubu yang menentang dan menyerukan cinta NKRI, di Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (26/8).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Polisi mengamankan seorang pemuda dari amukan massa saat aksi yang melibatkan dua kubu yang mendeklarasikan #2019 Ganti Presiden dan kubu yang menentang dan menyerukan cinta NKRI, di Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah aktivis gerakan #2019GantiPresiden, yakni Neno Warisman, Ahmad Dhani dan lainnnya menemui sejumlah anggota DPR dari partai yang tergabung dalam Koalisi Prabowo Subianto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/8). Neno Warisman dkk diterima oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Fadli Zon, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra M Syafii, anggota DPR dari PKS Nasir Djamil, dan anggota DPR dari Fraksi PAN Hanafi Rais.

Dalam kesempatan itu, baik Neno maupun Ahmad Dhani menceritakan kronologi terjadinya penolakan gerakan #2019GantiPresiden di Riau maupun di Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu kepada para wakil rakyat tersebut. Neno menyebut penolakan kehadirannya di Riau dilakukan sejak ia turun di bandara Riau.

Saat itu, menurutnya, ada pihak yang berupaya beberapa kali mengajaknya berbicara, namun ia tolak karena Neno merasa tidak ada yang perlu dibicakakan. Selanjutnya, Neno pun dijemput relawan di bandara, namun mobil baru berjalan, tiba-tiba diadang oleh sekelompok masssa.

Relawan pun berusaha menepis pihak pengadang tersebut dan kembali berjalan. Meski, kemudian Neno kembali diadang oleh sekelompok orang yang jumlanya bertambah banyak.

"Secara bergantian terus menerus, banyak sekali ada dari polisi, bandara meminta saya memutar jalan. Ini tak aman. Ibu harus kembali, jawaban saya sama, bapak, saya mau keluar dan sabar menunggu bapak bertugas, massa yang menunjukkan sesuatu," kata Neno.

Neno menyebut semua pihak mendesaknya agar mundur, walau ia tetap bekeras berada di dalam mobil dengan keriuhan massa yang masih berlangsung. Bahkan, hingga banyak orang bertambah banyak.

"Berdatangan Paskhas, tentara-tentara lebih banyak lagi. Sekitar setengah lima terjadi pelemparan mineral ke depan, mobil dilemparin mineral-mineral. Datang lagi orang yang meminta saya kembali. Setiap kali datang, ibu punya keluarga kan, saya juga punya keluarga. Saya tanya bapak mengancam? Ibu, ini keadaan tak aman," kata Neno.

Namun, Neno tetap bertahan hingga semua yang berdemo selesai. Tetapi, pukul 16.30 WIB ada pihak yang membakar sesuatu hingga asap membumbung. Jam 17.00 pun mulai dipasang garis polisi di sekitar mobilnya. Neno melanjutkan, pukul 17.45 WIB datang utusan Laskar Melayu Bersatu yang sempat berbicara padanya.

Mereka juga ingin agar Neno bisa melewati kerumunan massa. Akhirnya, ada negosiasi hingga pukul 19.00 WIB. Tetapi, masih belum juga ada kepastian.

Bahkan, hingga pukul 19.30 WIB negosiasi belum selesai juga. Sementara pesawat terakhir menuju Jakarta pukul 21.00 WIB malam. Kemudian pukul 21.00 WIB, mulai ada lemparan batu ke mobilnya. Mobilnya pun ingin mundur dan digerakkan ke kiri tapi tak bisa. Akhirnya, terjadi episode pemaksaan semua yang berada di dalam mobil keluar.

"Sopir ditarik, dua orang ditarik. Masuk polwan-polwan. Batu mungkin ada tiga kali lemparan. Kaca retak. Kalau kaca retak gawat. Saya harus gimana. Saya ingin tetap berada di sini," kata Neno.

Sementara, Ahmad Dhani menceritakan pengepungan dirinya oleh beberapa oknum di Surabaya, Jawa Timur seusai deklarasi #2019GantiPresiden di Surabaya. Menurutnya, sudah ada pengancaman untuk membakar mobil komando yang kemudian mobil komando disita polisi sehingga tidak bisa masuk ke ruang deklarasi.

"Mobil komando gerakan kita tidak dapat akses ke acara deklarasi," kata Dhani.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyebut tindakan aparat dalam menangani pembubaran gerakan tersebut menunjukkan ketidakprofesionalan. Hal ini juga menimbulkan keresahan di masyarakat.

"Ini tentu sangat mengganggu dan sangat membuat keresahan di kalangan masyarakat bahwa aparat keamanan tak melakukan tugas sebagaimana mestinya. Bahkan dianggap oknum-oknum aparat keamanan yang melakukan persekusi dan menghalang-halangi warga negara yang mau menyatakam pendapat,"katanya.

Karenanya, Fadli memastikan DPR akan menjalankan fungsi pengawasan terkait tindakan para aparat tersebut. "Saya kira DPR tentu saja melalui Komisi I dan III akan menjalankan fungsi pengawasan. Tadi kami juga ditemani pimpinan Komisi I dan beberapa rekan Komisi II, kita akan proses laporan ini sesuai mekanisme yang ada," ujar Fadli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement