Selasa 28 Aug 2018 19:57 WIB

HMI-PPI Australia Ingatkan Spirit Khittah Pemuda 1928

Pemuda yang perlu lebih diakomodasi dalam perumusan kebijakan pemerintah.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Angga Indrawan
 Sejumlah pelajar melakukan kunjungan ke Museum Sumpah Pemuda di Jakarta Pusat, Selasa (28/10).   (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Sejumlah pelajar melakukan kunjungan ke Museum Sumpah Pemuda di Jakarta Pusat, Selasa (28/10). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Saddam Al Jihad dan Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Australia, Hakam Yunus bertemu untuk membicarakan proyeksi kepemudaan di masa depan.

Keduanya sepakat bahwa melihat khittah pemuda 1928 penting untuk membangun bangsa. "Sejarah bangsa ini pada dasarnya dibangun oleh pemuda. Sebagai contoh, Budi Oetomo 1908 dan Sumpah Pemuda 1928. Kemerdekaan Indonesia pun banyak digerakkan oleh kaum muda, bahkan gerakan reformasi 1998 dimotori oleh para pemuda. Perlu rasanya menengok khittah Pemuda 1928" kata Saddam melalui keterangan tertulis, Selasa (28/8).

Menurut Saddam, Undang-undang (UU) Pemuda saat ini semestinya disempurnakan supaya lebih baik lagi. Sehingga ujungnya bisa mengakomodasi pemuda untuk dilibatkan lebih jauh dalam merumuskan rencana kebijakan arah bangsa ke depan.

Dia menjelaskan, tren dunia saat ini mengarah kepada generasi milenial, bahkan banyak negara yang memiliki pemimpin dan menteri-menteri yang relatif muda. 

Semisal Menteri Belia dan Sukan Malaysia yang masih berusia 25 tahun dan Shamma Al Mazrui yang diangkat sebagai Menteri Pemuda Uni Emirat Arab pada tahun 2016 di usia 22 tahun.

Saddam menegaskan gerakan kepemudaan kita mesti bersifat kultural. Artinya, kebudayaan yang majemuk yang dimiliki bangsa ini bisa menjadi modal dalam bingkai Keindonesiaan.

"Gerakan kepemudaan kita bukan politik kepentingan, tetapi lebih jauh dari itu yaitu kepentingan pemberdayaan pemuda kita" ujar Saddam.

Sementara itu, Hakam menambahkan, selama ini keterlibatan pemuda kurang diberi tempat padahal menurut data BPS tahun 2017, 1 dari 4 warga negara Indonesia adalah generasi muda. Dan kebijakan yang diambil sekarang akan menyangkut masa depan generasi muda hari ini. 

Ia menegaskan, seharusnya pemuda diberikan ruang bukan hanya soal kepemudaan tapi di dalam segala sendi pengambilan keputusan. Ibaratnya kini undang-undang kepemudaan mengamanatkan 'menyajikan kopi' kepada pemuda, bukan mengajak dan melibatkan secara penuh bagaimana meracik dan membuat kopi yang enak dan sehat secara bersama-sama.

"Kita perlu saling berkolaborasi demi Indonesia yang lebih baik," kata mahasiswa doktoral University of Wollongong, Australia ini. 

Hakam menambahkan, Indonesia kini mengalami oversupply generasi muda sedangkan demand yang tersedia tidak begitu signifikan. Pertanyaan terbesar bagaimana strategi demografi yang jelas untuk memberdayakan generasi muda agar paling tidak mereka dapat mencari penghidupan.

Beberapa negara mampu menyalurkan generasi mudanya menjadi diaspora di luar negeri dan dapat menjadi potensi devisa di samping mengangkat ekonomi keluarga para pemuda tersebut. 

"Tentunya kita harus memikirkan juga generasi muda yang kurang beruntung dan hari ini Indonesia memiliki kekuatan dari segi generasi muda ketika negara-negara lain justru memiliki masalah dengan aging population di mana mereka kekurangan generasi mudanya," ujar Hakam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement