Selasa 28 Aug 2018 18:37 WIB

MRT Jakarta Mampu Angkut 200 Ribu Penumpang Setiap Hari

Rata-rata kereta beroperasi selama 19 jam.

Rep: Muslim AR/ Red: Ani Nursalikah
MRT Jakarta melakukan serangkaian pengujian sistem di stasiun Lebak Bulus, pengujian sistem ini dilakukan dengan melangsir satu rangkaian kereta sebanyak tiga trip bolak balik dari stasiun Lebak Bulus menuju stasiun Bundaran HI dan sebaliknya.
Foto: Republika/Muslim AR
MRT Jakarta melakukan serangkaian pengujian sistem di stasiun Lebak Bulus, pengujian sistem ini dilakukan dengan melangsir satu rangkaian kereta sebanyak tiga trip bolak balik dari stasiun Lebak Bulus menuju stasiun Bundaran HI dan sebaliknya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mass Rapid Transit (MRT) yang dijadwalkan beroperasi di Jakarta pada Maret 2019 mampu mengangkut sekitar 200 ribu penumpang dalam seharinya. Sebanyak 16 rangkaian kereta akan disiapkan untuk jalur fase pertama, yakni jalur stasiun Lebak Bulus menuju stasiun Bundaran HI.

Kapasitas angkut satu rangkaian MRT sekitar 2.000 orang sekali jalan. Hal ini didasari pada jumlah gerbong dalam satu rangkaian yang berjumlah enam gerbong.

“Satu gerbong tersebut mampu menampung 350-an penumpang,” ujar Direktur Operasional dan Pemeliharaan, Agung Wicaksono di Stasiun Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa (28/8).

Perkiraan daya angkut itu didasari dari jumlah trafik kereta yang melintas. Agung menyebut rata-rata kereta beroperasi selama 19 jam. Selama itu, 130-an kereta dijadwalkan melintas dan mengangkut penumpang.

Agung menerangkan, dengan jumlah tersebut, jeda paling singkat antarsatu rangkaian kereta dengan rangkaian kereta lainnya hanya berselang lima menit saja.

“Kita bisa menjamin lima menit itu, karena tak ada jalur MRT yang merupakan perlintasan sebidang,” kata Agung.

Jeda lima menit antarkedatangan kereta tersebut hanya akan berlaku di jam-jam sibuk. Agung menyebut, jika bukan di jam-jam sibuk maka jeda antarkereta adalah 10 menit. Kereta tersebut dipastikan akan tiba tepat waktu di stasiun, hal ini dijamin dengan menggunakan sistem pengoperasian kereta yang terpusat di satu sistem kontrol komando.

“Pada jam sibuk dari jam 06.00 WIB sampai jam 09.00 WIB pagi, kereta akan ada di stasiun setiap lima menit, jam sibuk sore juga, kalau tidak jam sibuk kereta tiba sekali dalam 10 menit,” ujar Agung.

Sistem ini juga menjamin kereta tidak terlambat karena pengoperasian kereta yang terpusat dan hanya dari satu tempat untuk mengendalikan semua kereta yang beroperasi. Sistem ini bernama GOA (Grade Operation Automatic) kelas dua. Sistem yang masih dipakai Jepang hingga hari ini, berbeda dengan Malaysia dan Singapura yang sudah GOA level empat yang sistemnya telah full otomatis.

“Di GOA 2 ini masih ada masinisnya, perannya mengobservasi perjalanan, menutup pintu kereta ketika penumpang sudah masuk,” kata Agung.

Dengan sistem ini, masinis tidak terlalu berperan sehingga ketepatan waktu dan perkiraan penumpang dapat diukur dengan baik. Masinis hanya berperan saat ada gangguan dan kejadian darurat sehingga mengharuskan masinis menjakankan kereta secara manual.

“Contoh, saat pintu PSD (Platform Screen Door) yang tak pas di titiknya, gangguan persinyalan, maka sistem operasi itu bisa beralih ke sistem manual, situasi darurat saja,” kata Agung.

Estimasi daya angkut ini bahkan telah diperhitungkan oleh pengelola MRT dengan luas tempat berdiri penumpang, jumlah tempat duduk dan jumlah kereta. Hitungan-hitungan berawal dari 50 kursi yang disediakan di setiap gerbong dan kapasitas penumpang ynag berdiri sebanyak delapan orang per satu meter persegi.

“Dengan kapasitas yang berdiri dan semua kursi terisi penuh, maka ada sekitar 350 orang dalam satu kereta (gerbong),” kata Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement