Selasa 28 Aug 2018 13:53 WIB

Perang Tagar Pilpres, Politikus Diminta Menahan Diri

Perang tagar bukan hanya di media sosial tapi juga di lapangan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Massa #2019TetapJokowi dan #2019GantiPresiden menggelar deklarasi berbarengan di lokasi yang berdekatan di Medan, Ahad (22/7). Dua kegiatan ini berjalan damai dan tertib.
Foto: Republika/Issha Harruma
Massa #2019TetapJokowi dan #2019GantiPresiden menggelar deklarasi berbarengan di lokasi yang berdekatan di Medan, Ahad (22/7). Dua kegiatan ini berjalan damai dan tertib.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perang tagar dua kubu #2019GantiPresiden maupun #Jokowi2Periode terus berlanjut meskipun saat ini belum masuk tahapan kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Saat ini bahkan tak hanya di media sosial, tapi pertentangan massa dua kubu sudah terjadi di lapangan.

Sekjen PPP Arsul Sani pun mengajak semua pihak untuk tidak memperlebar keterbelahan di masyarakat. Ia pun menyerukan para politikus yang terlibat dalam gerakan maupun aksi politik untuk sabar tidak melakukan mobilisasi massa hingga masa kampanye dimulai pada 23 September mendatang.

"Para politikus harus punya kesadaran, kita boleh melakukan sebuah gerakan tapi kitalah yang harus ngerem atau kopling ketika gerakan itu mengancam atau melebarkan keterbelahan masyarakat, menghindarkan kerusakan daripada mengambil manfaat," ujar Arsul di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/8).

Menurut Sekjen Koalisi Jokowi-Ma'ruf itu, akan lebih baik jika aksi maupun gerakan yang melibatkan mobilisasi massa dilakukan setelah 23 September mendatang. "Kalau mau seperti itu apa susahnya sih nannti. Wong kampanyenya lama kok dari 23 September sampai 12 April, ya mbok sabar sedikit. Apa masalahnya nunggu, biar nggak terbelah. Nanti setelah itu kampanye sepuas-puasnya," ujar Arsul.

Arsul juga merespons pernyataan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyebut tagar #2019GantiPresiden maupun #Jokowi2Periode bukan bagian kampanye. Menurut Arsul, sepanjang tagar itu sekadar tagar maka itu bukanlah bagian kampanye.

Namun demikian, tagar #2019GantiPresiden diikuti oleh gerakan dan memobilisasi massa. Tak hanya itu, gerakan tersebut juga mendapat perlawanan dari sejumlah elemen masyarakat yang membuat aksi tersebut dibubarkan.

"Ketika itu terjadi maka semua pihak harus tunduk kepada UU Nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan berpendapat di muka umum, jika menimbulkan gangguan tehadap ketertiban umum memang polisi berhak untuk membubarkan," ujar Arsul.

Karenanya ia pun tidak setuju jika Polri dikatakan tidak netral dalam membubarkan aksi tersebut. Sebab menurutnya Polri pun sama-sama membubarkan aksi kubu lawan tagar tersebut.

"Sepanjang seperti yang di surabaya yang dibubarkan dua-duanya. Kalau yang dibubarkan satu pihak atau kalau tidak ada elemen masyarakat yang menentang kemudian Polri tidak mengabulkannya nah itu saya kritisi polri juga dan kalau hanya satu pihak yang dibubarkan yang satu boleh lanjut itu baru masalah," katanya.

Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron meminta penilaian KPU dan Bawaslu soal tagar gerakan #2019GantiPresiden maupun #Jokowi2Periode menjadi rujukan. Menurutnya, sesuai dengan pernyataan penyelengara pemilu tersebut, gerakan itu konstitusional dan bukan bagian dari kampanye.

"Tentu ini adalah aspirasi masyarakat yang konstitusional. Ini juga berimbang ada yang mendukung dua periode. Yang bisa kita jadikan rujukan adalah pernyataan komisioner KPU dan Bawaslu," ujar Herman di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/8).

Karenanya, Herman menilai kegiatan deklarasi tersebut boleh dilaksanakan dan tidak termasuk kampanye di luar jadwal. Ia pun menilai kegiatan-kegiatan seperti #2019GantiPresiden selama berada dalam koridor konstitusi, tak bisa dianggap sebagai makar.

"Kalau statement KPU dan Bawaslu sudah menyampaikan bahwa dua duanya boleh menyampaikan pandangan dan pendapat, tapi dalam koridor konstitusional ini tak bisa dibilang makar," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu.

Menurut Herman, pihaknya akan menanyakan persoalan ini kepada KPU dan Bawaslu dalam rapat dengan Komisi II siang nanti. "Kami akan tanyakan, justru atas berbagai statement yang dikeluarkan KPU dan Bawaslu kami nanti siang akan bertanya bagaimana pandangan resmi yang dikeluarkan penyelenggara pemilu dan badan pengawas pemilu terkait gerakan 2019 ganti presiden," kata Herman.

Baca juga:

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement