Selasa 28 Aug 2018 11:35 WIB

640 Hektare Kawasan Perhutani Jadi Tempat Objek Wisata

Pertumbuhan tempat wisata memiliki efek ganda positif maupun negatif.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Gita Amanda
Berkunjung ke Orchid Forest Cikole di Jalan Lembang, Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat anda akan diajak menikmati hutan dengan gaya kekinian.
Foto: Republika/Fauzi Ridwan
Berkunjung ke Orchid Forest Cikole di Jalan Lembang, Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat anda akan diajak menikmati hutan dengan gaya kekinian.

REPUBLIKA.CO.ID, LEMBANG -- Administratur Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bandung Utara, Komarudin, mengungkapkan daerah resapan air di hutan pada Kawasan Bandung Utara (KBU) saat ini hanya sekitar 6,5 persen. Sedangkan sisanya berdiri pemukinan dan perkebunan. Total ideal daerah resapan air di satu wilayah mencapai minimal 30 persen.

"Melihat peta, kawasan hutan yang dikelola Perhutani hanya menyumbang 6,5 persen," ujarnya Selasa (28/8). Katanya, Jawa Barat sendiri bercita-cita mempunyai kawasan hutan lindung 45 persen.

Menurutnya, pengelolaan hutan di KBU memiliki banyak tantangan, di antaranya penduduk yang padat. Katanya, jika dirata-ratakan masyarakat di Pulau Jawa kepemilikan lahannya dibawah 0.2 hektare per orang. Sehingga orang menggunakan lahan perkebunan atau hutan untuk bermukim.

Ia menuturkan, dengan kondisi tersebut pihaknya mengelola hutan dengan misi ekonomi, sosial dan lingkungan. Di mana, pihaknya dituntut untuk untung dan satu sisi kondisi lingkungan harus tetap terjaga.

Sementara dari sisi sosial, masyarakat dapat terlibat dalam mengelola hutan Perhutani. Katanya, dari 20.560 hektare luasan hutan, sekitar 640 hektare direncanakan untuk pengembangan wisata. Hutan yang dikerjasamakan sebagai tempat wisata, di antaranya Terminal Wisata Grafika Cikole, PAL 16, dan Orchid Forest.

Dirinya menambahkan, pemanfaatan tersebut dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku. Setelah ditetapkan menjadi lokasi wisata maka sarana prasarananya maksimal 10 persen. Menurutnya, bangunan maksimal 10 persen dengan desain bangunan yang menyatu dengan alam.

"Misalnya, rumah kayu atau rumah panggung," katanya. Komarudin mengakui jika pengembangan tempat wisata memiliki dampak negatif. Meski begitu, dia yakin dampak positifnya lebih banyak.

Pertumbuhan tempat wisata menurutnya memiliki efek ganda, seperti memunculkan pedagang atau penginapan. Ia pun mengungkapkan Perhutani memiliki misi mengenalkan hutan kepada masyarakat. Katanya, bermain di hutan bisa sangat menyenangkan, sehingga mereka minta kepada pengelola memasukan kegiatan edukasi lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement