REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyanyi Fariz RM yang sudah ketiga kalinya terjerat kasus narkoba, akhirnya kembali menjalani rehabilitasi di Balai Besar Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido, Bogor, Jawa Barat. Kepolisian menyebut Fariz dapat direhabilitasi lantaran ia adalah pengguna bukan pengedar.
"Betul kami bawa ke Lido kemarin," ujar Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Utara AKBP Aldo Ferdian saat dihubungi, Selasa (28/8).
Menurut dia, kepolisian telah berkoodinasi juga dengan BNNK Jakarta Utara dalam pengajuan assessment Fariz dan diputuskan Fariz untuk lakukan rehabilitasi. Fariz diberangkatkan dari Polres Metro Jakarta Utara pada Senin (27/8) siang.
Kasus penyalahgunaan narkoba yang melibatkan pelantun tembang 'Barcelona' itu, saat ini merupakan yang ketiga kalinya setelah 2007 dan 2015. Pada dua kasus sebelumnya, Faris RM diringkus polisi atas kepemilikan heroin, sabu-sabu, dan ganja.
Tersangka Musisi Senior Fariz RM diperlihatkan saat rilis kasus jaringan Narkoba yang melibatkan publik figur di Polres Jakarta Utara, Jakarta, Ahad (26/8).
"Tersangka FRM (Fariz RM) saat ini hampir dua tahun mengonsumsi narkoba. Seminggu dua kali lakukan transaksi," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.
Ia menambahkan, rumah pribadi Fariz RM di kawasan Tangerang Selatan, salah satu studio musik di Jakarta, serta pusat perbelanjaan Gandaria City, merupakan lokasi yang kerap menjadi tempat pertemuan pelantun lagu 'Sakura' itu dengan pengedar narkoba bernama Anton Hamidi. "Harga sabu-sabunya sampai lebih dari satu juta rupiah," ungkap Argo.
Baca juga, Fariz RM Akui Pakai Narkoba untuk Daya Tahan Tubuh
Penangkapan Fariz RM dilakukan di rumahnya pada Jumat (24/8) pukul 09.45 WIB. Penangkapan berawal dari pengakuan pengedar narkoba bernama Anton Hamidi yang sebelumnya telah diamankan polisi di kawasan Koja, Jakarta Utara.
Fariz RM terancam dikenai Pasal 112 Ayat (1) subsider Pasal 127 Ayat (1) Huruf a UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun. Ia juga terjerat Pasal 62 UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.