Senin 27 Aug 2018 22:08 WIB

Polri Jangan Ragu Larang Aktivitas Dua Kubu Capres

IPW meminta polisi berani tindak tegas kegiatan dua kubu yang berpotensi meresahkan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Indira Rezkisari
Massa #2019TetapJokowi dan #2019GantiPresiden menggelar deklarasi berbarengan di lokasi yang berdekatan di Medan, Ahad (22/7). Dua kegiatan ini berjalan damai dan tertib.
Foto: Republika/Issha Harruma
Massa #2019TetapJokowi dan #2019GantiPresiden menggelar deklarasi berbarengan di lokasi yang berdekatan di Medan, Ahad (22/7). Dua kegiatan ini berjalan damai dan tertib.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) meminta Polri untuk tegas dan profesional melarang dua belah pihak, yakni kubu pro Joko Widodo maupun massa #2019GantiPresiden sebelum masa kampanye. Hal ini menyusul dibubarkan dan tidak dikeluarkannya izin untuk deklarasi #2019GantiPresiden di Pekanbaru dan Surabaya.

Ketua Presidium IPW Neta S Pane menilai, apa yang terjadi di Pekanbaru dan Surabaya sudah mengganggu ketertiban masyarakat dan membuat keresahan sosial. Menurutnya, melihat eskalasi konflik antara massa ganti presiden dan massa pendukung Presiden Jokowi kian tinggi, Polri perlu melakukan dialog dengan tokoh tokoh kedua kelompok.

"Jika kondisinya kian panas dan bisa menimbulkan kerawanan sosial, Polri jangan segan-segan untuk melarang kedua belah pihak melakukan kegiatan di seluruh wilayah Indonesia hingga masa kampanye tiba," ujar Neta.

Neta membenarkan bahwa tidak ada aturan yang melarang aktivitas kedua kelompok. Namun, karena aktivitasnya sudah memunculkan konflik dan berpotensi menimbulkan kekacauan sosial, atas nama ketertiban umum dan kepentingan publik, Polri bisa bertindak tegas untuk menghentikan semua kegiatan kedua kelompok.

IPW juga berharap KPU menyikapi situasi ini, untuk melarang kegiatan kedua kelompok hingga masa kampanye tiba. Demi kepentingan umum, KPU bisa mengacu ke Pasal 492 UU No 7 THN 2017 tentang kampanye di luar jadwal.

"Sebab dari kegiatan kedua kelompok terlihat ada yang menjelekkan-jelekkan capres tertentu dan ada yang menyanjung-nyanjung capres tertentu. Aroma mencuri start kampanye sangat tajam dari kedua kelompok, yang ujung-ujungnya bisa menimbulkan benturan sosial," ujar Neta.

Pelarangan deklarasi #2019GantiPresiden diprotes lantaran Polri dianggap tidak adil. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Polri Kombes Pol Syahar Diantono menuturkan, polisi memiliki wewenang untuk membubarkan kegiatan yang dinilai berpotensi mengganggu ketertiban, termasuk deklarasi #2019GantiPresiden. "Karena pertimbangan Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat), bila ada potensi ancaman mengganggu keamanan ketertiban masyarakat," ujar Syahar saat dikonfirmasi.

Atas alasan tersebut, menurut Syahar, Polri pun tidak menerbitkan surat tanda terima bentuk penyampaian pendapat. Bila memaksakan untuk melakukan deklarasi, maka Polri pun berwenang melakukan pembubaran. "Polri tidak menerbitkan surat tanda terima pemberitahuan unjuk rasa, bila tetap dilaksanakan Polri berwenang untuk membubarkan," ujar dia.

Deklarasi 2019 ganti presiden di Pekanbaru, Riau, dibatalkan. Sedianya rencananya aksi tersebut akan digelar pada Ahad (25/8). Neno Warisman yang menjadi tokoh dalam deklarasi itu pun harus 'dipaksa' untuk pulang.

Kepolisian Daerah Jatim juga menegaskan tidak akan mengizinkan aksi sekelompok massa yang rencananya akam mendeklarasikan #2019GantiPresiden di Tugu Pahlawan Surabaya pada Ahad (26/8). Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera beralasan, polisi tidak akan mengizinkan aksi tersebut dengan alasan demi menjaga ketertiban. Lantaran di satu sisi ada juga kelompok yang menolak aksi tersebut digelar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement