Selasa 28 Aug 2018 00:15 WIB

Persekusi Gerakan #2019GantiPresiden Dinilai Rugikan Jokowi

Gerakan oposisi menjadi terangkat dan berdampak buruk terhadap pejawat.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Andri Saubani
Polisi mengamankan seorang pemuda dari amukan massa saat aksi yang melibatkan dua kubu yang mendeklarasikan #2019 Ganti Presiden dan kubu yang menentang dan menyerukan cinta NKRI, di Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (26/8).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Polisi mengamankan seorang pemuda dari amukan massa saat aksi yang melibatkan dua kubu yang mendeklarasikan #2019 Ganti Presiden dan kubu yang menentang dan menyerukan cinta NKRI, di Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelarangan kampanye #2019GantiPresiden dinilai dapat merugikan kubu capres pejawat, Joko Widodo (Jokowi). Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Toto Sugiarto mengatakan, kesan publik yang muncul setelah pelarangan ini adalah pemerintah yang menghalangi aspirasi publik dalam ruang demokrasi.

"Jadi yang rugi bukan Prabowo atau Neno Warisman. Mereka menjadi terangkat. Sekarang kan semua telvisi memberitakan oposisi, ini dampak buruk dari pelarangan. Seperti bunuh diri untuk pejawat," ujar Toto kepada Republika.co.id, Senin (27/8).

Menurut Toto, mendekati Pilpres 2019 pemerintah dan jajarannya harus bijaksana dalam menghadapi kegiatan-kegiatan semacam ini, agar tidak merugikan diri sendiri. Seharusnya, agar adil, pemerintah juga melarang segala bentuk kegiatan dari kubu mereka, yakni tim #Jokowi2Periode.

Ia menilai, pemerintah memang merasa kampanye dari kubu ganti presiden ini membuat kondisi pemerintahan tidak stabil. Apalagi saat ini belum mulai masa kampanye Pilpres 2019. Untuk itu ia menyarankan semua pihak menahan diri sampai masa kampanye tiba. Meskipun begitu, apabila segala bentuk aspirasi dilakukan sesuai aturan dan tidak anarki, pemerintah seharusnya memperbolehkan.

"Kita kan sudah masuk iklim demokrasi, sejauh aspirasi itu tidak dilakukan dengan anarkistis, maka berbagai dialog dengan berbagai topik sebaiknya dibolehkan. Kalau anarkistis baru urusan kepolisian untuk menindak," katanya.

Aksi dan deklarasi gerakan #2019GantiPresiden di Pekanbaru dan Surabaya akhir pekan lalu tidak mendapatkan izin dari pihak kepolisian. Pihak kepolisian daerah masing-masing pun merasa berhak membubarkan mereka dengan alasan mengganggu ketertiban umum.

"Polri menyatakan tegas tidak menerima surat tanda pemberitahuan penyampaian aksi tersebut dan akan dibubarkan karena dapat berpotensi terjadi gangguan terhadap ketertiban umum dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa," kata Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto, Ahad (26/8).

Setyo menjelaskan, berdasarkan UU nomor 9 tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat Di Muka Umum, terdapat empat pengecualian. Pengecualian itu yakni mengganggu hak asasi orang lain, mengganggu ketertiban umum, tidak mengindahkan ètika dan moral serta dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

"Sebagian besar masyarakat menolak karena belum masuk masa kampanye," ujar Setyo.

Menurut Setyo, masyarakat setempat meminta Pilpres 2019 harus diisi dengan kampanye adu cerdas program. "Bukan membuat tagar yg bisa menyinggung yang lain dan potensi konflik. Banyak gelombang penolakan deklarasi tersebut yang dapat mengakibatkan konflik yang merupakan gangguan terhadap ketertiban umum dan memecah persatuan kesatuan bangsa," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement