REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Warga di berbagai lokasi di Nusa Tenggara Barat memantau bantuan logistik bencana gempa banyak yang tertimbun di perwakilan desa. Persoalannya, bantuan tersebut tidak tersalurkan kepada warga terdampak gempa.
Salah seorang warga, Bahrain Arhap Hidayat, melihat bantuan telah masuk ke desanya di lereng perbukitan dekat kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat. Ia mengatakan Bupati Lombok Barat juga menyaksikan tibanya bantuan tersebut.
"Itu dua pekan yang lalu, sejak gempa 7 SR, tapi sampai sekarang belum juga sampai ke kami," kata Bahrain yang pernah bertugas sebagai kadus Apit Aiq, Desa Batulayar Timur ketika ditemui Antara di rumahnya, Jumat (24/8).
Bahrain menyampaikan keluhan bernada protes itu karena merasa khawatir dengan nasib anak istri dan seratus lebih keluarga yang tersebar di dusunnya. Kekhawatirannya muncul melihat kondisi alam yang sekarang lagi musim paceklik.
Di desanya, warga setempat sebagian besar bekerja sampingan sebagai buruh bangunan. "Kalau sudah begini, di mana mau dapat penghasilan," ujarnya.
Warga lain menyampaikan keluhan serupa. Nursa'ad yang membuka penginapan gratis bagi para pendaki di Kaki Gunung Rinjani, jalur Senaru, Kabupaten Lombok Utara, melihat bantuan itu masih ada menumpuk di desa. Akan tetapi, bantuan logistik tidak disalurkan secara merata.
"Sebenarnya bantuan itu ada, tapi yang kami terima cuma tiga mi instan dan dua gelas beras, itu pun dapat dua pekan yang lalu," ujarnya.
Baca juga: Wapres: Pemerintah Sanggup Atasi Gempa Lombok
Ketua Yayasan Anak Pantai Munawir Haris juga menyampaikan informasi serupa. Dia tinggal di Dusun Pelabuhan Pandan Tengah, Desa Pelabuhan Pandan, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur.
Saat ditemui Antara, dia mengaku kecewa dengan kabar yang menyiarkan pemerintah telah bekerja dan menyalurkan bantuan logistik bagi korban gempa hingga ke pelosok daerah yang sulit terjangkau dengan kendaraan besar. Bantuan ke desanya seret meski jalan menuju desanya yang berada di pesisir pantai Timur Laut Pulau Lombok tidaklah sulit.
Kawasan yang berada dekat dengan episentrum gempa dahsyat pada Ahad (19/8) itu terdapat di antara jalur utama provinsi. Dari hasil pengamatan tim Yayasan Anak Pantai di lapangan, warganya dan dusun maupun desa tetangganya belum juga merasakan adanya peran pemerintah sejak gempa pertama yang terjadi pada akhir Juli lalu.
"Kami ini seperti anak ayam kehilangan induk, kemana pemerintah. Ini bukan maksud mendiskreditkan pemerintah, tapi memang begitu kondisinya di lapangan," kata Haris.
Pemerintah disarankan untuk kembali memantau bantuan yang telah disalurkan ke desa. Kades, babinsa maupun bhabinkamtibmas dinilai warga belum maksimal untuk mengawasi penyalurannya.
"Sekarang musim dingin, terpal dan selimut, harga mahal dan sulit kita dapat. Jadi bantuan harus benar-benar di monitor, jangan asal lepas-lepas saja," kata Rozikin, korban gempa asal Dusun Ceking, Desa Tanak Beak, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah.
Rozikin yang mendedikasikan dirinya ikut bergabung dalam tim relawan desa diwilayahnya ini turut menyampaikan hal yang sama dengan warga dari daerah lainnya. Pascagempa akhir Juli lalu yang meluluhlantahkan daerahnya ini mengaku belum mendapatkan bantuan serta penanganan dari pemerintah.
"Apalagi pascagempa Ahad (19/8) kemarin, semakin banyak yang roboh. Belum ada bantuan, parah," ucapnya.