Kamis 23 Aug 2018 16:16 WIB

MUI: Pancasila dan Piagam Jakarta Sejiwa

Di dalam pembukaan UUD 45, telah disebutkan bahwa dasar negara adalah Pancasila.

Piagam Jakarta
Foto: IST
Piagam Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pancasila dinilai sebagai ideologi final dan terbaik bangsa Indonesia. Terbukti, Pancasila dengan lima sila, mampu menyatukan berbagai keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi, Pancasila satu jiwa dengan Piagam Jakarta dan Piagam Madinah, yang tujuannya sama yaitu menyatukan berbagai perbedaan.

“Piagam Jakarta, bentuk lain dari Pancasila, karena sila pertama yang terdiri dari kewajiban menjalankan syarat Islam bagi pemeluk-pemeluknya itu, kemudian disederhanakan diringkas menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa” kata Wakil Sekretaris MUI Pusat KH Muqsit Ghazali di Jakarta, Kamis (23/8).

Ia menjelaskan, ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 1959, berkata bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juli 1945 menjadi jiwa dalam konstitusi menjadi satu kesatuan yang menjiwai UUD 45, dengan demikian tidak perlu ada istilah dikhianati tetapi ditampung ke dalam jiwa yang lebih substantif ke dalam UUD 45.

Di dalam pembukaan UUD 45, telah disebutkan bahwa dasar negara adalah Pancasila. Menurut Muqsit, dalam Pancasila sendiri telah jelas disebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena kalau eksplisit disebutkan sebagai kewajiban menjalankan syarat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, itu tidak mudah untuk dipraktekkan didalam konteks warga negara Indonesia  yang sangat prural.

“Indonesia bukanlah Brunei Darussalam, bukan Malaysia, bukan seperti di negara Afrika Utara yang jumlah penduduknya yang kecil, seperti Maroko dan Tunisia. Mereka relatif homogen seperti Arab Saudi, makanya Arab Saudi tidak mungkin punya Pancasila, tidak mungkin punya UUD 45,” jelas Muqsit.

Ia menguraikan bahwa bangsa Indonesia ditakdirkan oleh Allah SWT sudah ada lebih dulu sebelum Islam menjadi agama mayoritas. Sebelum islam masuk, di Indonesia sudah pernah tumbuh agama besar yaitu agama Hindu, Budha dengan kerajaannya yang besar yaitu Kutai, Sriwijaya dan Majapahit. Itu tidak bisa dinafikan sebagai sebuah fakta historis, karena itu pilihan para pendiri negara, tidak menjadikan Indonesia sebagai negara Islam walaupun faktanya kemudian umat Islam adalah mayoritas.

“Tapi tidak dapat dipungkiri umat Islam mendapatkan sejumlah keuntungan dengan adanya UU Zakat, UU Haji, UU Peradilan Agama, ada Kementerian Agama. Kementerian agama dananya cukup besar sekali dan kalau kita kalkulasi mungkin 80 persen untuk melayani kebutuhan umat Islam, ada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam yang didalamnya ada Madrasah, perguruan tinggi dan ada pesantren,” kata Muqsit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement