REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada mendorong mekanisme rotasi pegawai di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan secara transparan. Belakangan terjadi gejolak di internal KPK terkait rotasi pegawai di lembaga antirasuah itu.
"Jangan sampai rotasi atau mutasi didasarkan sekadar pada perkiraan, apalagi rasa suka dan tidak suka saja," kata peneliti Pusat Pukat UGM Zaenur Rahman, di Yogyakarta, Selasa (21/8).
Zaenur menyayangkan pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo yang meminta pihak luar tidak perlu mencampuri urusan internal KPK khususnya terkait rotasi pegawai. Pasalnya, KPK selama ini kerap mengingatkan lembaga lain agar menerapkan sistem merit, yakni kebijakan dan manajemen SDM aparatur yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar.
Namun demikian, Zaenur menyebutkan, KPK sendiri tidak menerapkan sistem merit dalam proses rotasi pejabat-pejabatnya. "Padahal, seharusnya KPK menjadi contoh atau panutan dari lembaga-lembaga lainnya," kata dia lagi.
Peneliti Pukat UGM lainnya, Hifdzil Alim menambahkan sebenarnya dahulu proses rotasi di KPK diserahkan pada Biro Sumber Daya Manusia (SDM)-nya. Namun, untuk sekarang ini diambil alih langsung oleh pimpinan KPK.
"Hal itu memunculkan asumsi bahwa proses rotasi tadi hanya didasarkan atas preferensi suka atau tidak suka belaka," kata Hifdzil.
Sebelumnya, Wadah Pegawai KPK menilai, rotasi dan mutasi pegawai KPK menimbulkan persoalan karena dilakukan tanpa adanya kriteria, transparansi, dan tata cara yang jelas, sehingga berpotensi merusak independensi KPK. Namun, Ketua KPK Agus Rahardjo membantah dugaan tersebut.
Agus menegaskan, rotasi yang akan dilakukan terhadap sejumlah pejabat di KPK sudah sesuai aturan. Ia meminta hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Bahkan, pimpinan KPK juga telah mendengarkan masukan dari pegawai KPK.
"Kami dengarkan. Aturannya kemudian kita penuhi, aturannya sudah ada," ujarnya di Gedung KPK Jakarta, Rabu (15/8).