Selasa 21 Aug 2018 16:11 WIB

BNPB: Status Bencana Nasional Bisa Citrakan Negara Lemah

Sejauh ini sumber daya nasional masih sanggup menanggulangi dampak gempa Lombok.

Rep: Dedy Darmawan, Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Warga melihat kondisi area parkir ruang tunggu yang retak akibat gempa di Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur, NTB, Selasa (21/8).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga melihat kondisi area parkir ruang tunggu yang retak akibat gempa di Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur, NTB, Selasa (21/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, penetapan status bencana nasional untuk gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) akan menunjukkan kelemahan negara di mata dunia. Padahal, sejauh ini sumber daya nasional masih sanggup menanggulangi dampak dari bencana tersebut.

“Perkara nanti bantuan seutuhnya didatangkan dari pemerintah pusat, ya tidak apa-apa. Presiden juga segera mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) untuk penanganan gempa lombok,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Selasa (21/8).

Ia mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Kepala Daerah menjadi penanggung jawab utama dalam penyelenggaraan penanganan bencana. Selanjutnya, pemerintah pusat akan mendampingi dan memperkuat peran daerah yang terkena bencana.

Sutopo menegaskan, jika setiap kali ada bencana dan didesak agar statusnya ditingkatkan jadi bencana nasional, maka peran pemerintah daerah akan lepas. Padahal, sejauh ini Pemerintah Provinsi NTB masih memiliki kemampuan yang memadai.

“Ini yang harus kita tegakkan. Sejak 2004 baru sekali kita tetapkan bencana nasional saat tsunami Aceh,” ujar dia.

Pada saat status bencana nasional disematkan, maka akan muncul tawaran dari berbagai dunia untuk mendatangkan bantuan. Namun, dengan berbagai konsekuensi masalah di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya serta pertahanan dan keamanan. Oleh karena itu, sejauh ini pemerintah masih menyatakan sanggup menangani gempa lombok dengan dengan pengawasan daerah secara langsung.

“Kita masih bisa atasi dengan potensi nasional untuk dikerahkan dalam masa tanggap darurat maupun pascabencana. Jadi ini tidak perlu dipermasalahkan,” ujar dia.

Ia memaklumi, DPRD Provinsi NTB meminta kepada pemerintah pusat menetapkan status bencana nasional karena keterbatasan biaya. Berdasarkan penghitungan kaji cepat BNPB, dampak kerugian yang ditimbulkan oleh gempa lombok mencapai Rp 7,7 triliun.

Adapun, kebutuhan dana untuk pembangunan kembali dibutuhkan Rp 7 triliun. Sedangkan, total kemampuan anggaran pemerintah NTB hanya sekitar Rp 5,2 triliun. Sementara, anggaran yang dimiliki BNPB hanya Rp 4 triliun untuk penanganan seluruh bencana sepanjang 2018.

Untuk itu, sebagai solusi, seluruh kementerian dan lembaga akan memaksimalkan fungsi masing-masing termasuk anggaran untuk menangani dampak gempa. Penambahan anggaran akan dilakukan lewat persetujuan DPR. Hal itu yang menjadi esensi utama dari Inpres yang akan dikeluarkan Presiden Joko Widodo. 

Terkait adanya dinamika masalah di lapangan seperti kekurangan bantuan, proses distribusi yang terhambat, dan berbagai masalah teknis lainnya itu adalah hal yang wajar. Apalagi, masyarakat semakin dibikin resah oleh beredarnya hoaks yang beredar melalui media sosial.

“Jadi, sebaiknya bencana ini tidak digunakan untuk kepentingan-kepentingan. Bencana itu urusan kemanusiaan,” tuturnya.

Sutopo menegaskan, sejak 2008 hingga saat ini Indonesia sudah memiliki regulasi lengkap dalam penanggulangan bencana. Penanganan bencana juga sudah sistematis dijadikan bagi negara-negara dunia oleh PBB.

“Jangan justru dilemahkan dengan statemen yang sedikit-sedikit menuntut status bencana nasional. Jangan dilemahkan,” kata Sutopo.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan penanganan bencana gempa di Lombok sama seperti penanganan bencana nasional. Meskipun, gempa Lombok tidak ditetapkan sebagai bencana nasional.

"Cara penangannya adalah sama dengan bencana nasional, sama kalau di Aceh dulu bencana nasional itu karena kita tidak sanggup, tapi sekarang insyallah sanggup untuk untuk mengatasi," kata JK di sela-sela tinjauan ke posko pengungsi di Desa Kekait, Gunung Sari, Lombok Barat, Selasa (21/8).

JK beralasan, gempa Lombok tidak ditetapkan sebagai bencana nasional karena Pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota masih berfungsi. Hal ini berbeda dengan gempa Aceh pada 2004 silam yang seluruh pemerintah daerahnya lumpuh.

"(Saat ini) tidak perlu minta bantuan dari luar, pemerintah gubernur dan bupati masih jalan, kalau bencana nasional itu kalau bupatinya itu nggak jalan," ujar JK.

JK mengatakan, kedatangannya hari ini ke Lombok dengan menteri menteri juga untuk melakukan koordinasi rapat rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa. JK pun mengajak semua pihak memulai rehabilitasi pemulihan pasca gempa Lombok. Terutama memperbaiki rumah rumah korban gempa yang mengalami kerusakan.

"Mulai hari ini kita mulai rehabilitasi rumah bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, kita harus semangat, bangun kembali," ujar JK.

JK yang didampingi Gubenur NTB Muhammad Zainul Majdi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Sosial Idrus Marham, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono memastikan, pemerintah akan bersama-sama dalam proses rehabilitasi tersebut. Pemerintah akan memberikan bantuan dana untuk pembangunan rumah-rumah rusak.

JK mengatakan khusus untuk rehabilitasi rumah-rumah rusak akan didampingi oleh Menteri PUPR. Nantinya, rumah-rumah yang akan dibangun harus mengikuti petunjuk dari Kementerian PUPR.

"KemenPUPR tidak bikinkan rumah, yang bikin rumah, bapak-ibu sekalian kita kasih uang, kita kasih cara membangun yg baik, nanti menteri PU akan bantu bagaiamana cara bangun rumah yang aman gempa," ujar JK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement