Senin 13 Aug 2018 18:57 WIB

BMKG: Ramalan Gempa Besar di Jawa Itu Hoaks!

Belum ada satupun teknologi yang mampu memprediksi gempa bumi secara persis.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Andi Nur Aminah
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati
Foto: RepublikaTV/Fakhtar Khairon Lubis
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membantah adanya ramalan akan terjadinya gempa besar di Pulau Jawa. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan, hingga saat ini belum ada satupun teknologi yang mampu memprediksi gempa bumi secara presisi mengenai waktu dan kekuatannya.

Menurut dia, kabar mengenai gempa besar yang akan menimpa Pulau Jawa di media sosial merupakan pelintiran informasi. Pasalnya, kabar yang beredar mengatasnamakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). "Setelah kami cek, ini adalah berita lama dan disebarkan ulang. Yang disayangkan, ada pihak yang mengemas dan membumbui pesan ilmiah tersebut sehingga diinterpretasikan sebagai ramalan," kata dia melalui keterangan tertulis, Senin (13/8).

Ia menjelaskan, baru-baru ini beredar pesan berantai melalui Youtube dan Whatsapp bahwa akan terjadi gempa dengan kekuatan skala besar khususnya di Pulau Jawa beberapa waktu ke depan. Disebutkan, lanjut dia, kondisi itu akibat meningkatnya aktivitas seismik dengan seringnya terjadi subduksi atau pergerakan lempeng selatan mulai dari Selat Sunda hingga timur Pulau Jawa.

Pesan tersebut menyertakan nama LIPI dengan memuat link Channel Youtube milik salah satu portal berita. Dwikorita mengatakan, tidak ada yang salah dengan himbauan LIPI agar masyarakat tetap waspada terhadap peluang terjadinya bencana gempa. Pasalnya, Indonesia memang terletak di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi oleh Cincin Api Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni, Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur.

Kendati demikian, menurut dia, penjelasan kapan dan di mana tempatnya secara lebih rinci masih tanda tanya besar. "Indonesia adalah satu dari sedikit negara di dunia yang sepenuhnya terletak di dalam kawasan 'cincin api' sehingga bencana bisa terjadi sewaktu-waktu. Fakta inilah yang perlu dipahami oleh masyarakat Indonesia," kata dia.

Menurut Dwikorita, yang paling penting dilakukan saat ini adalah membangun harmoni hidup bersama dengan gempa bumi melalui mitigasi bencana. Dengan begiu, kesadaran masyarakat akan meningkatkan perlindungan dan pertolongan mandiri dalam menghadapi bencana. "Daripada larut dalam diskusi, perhitungan, ramalan, dan perkiraan mengenai kapan lagi gempa bumi akan terjadi," ujarnya.

Ia mengatakan, gempa bisa terjadi tanpa pernah diprediksi. Namun, masyarakat harus berupaya agar tidak sampai ada korban. Caranya dengan tidak panik dan memahami mitigasi sebelum, saat, dan setelah, gempa bumi.

Terkait informasi hoaks yang muncul dan viral di medsos, Dwikorita mengatakan, sudah sepatutnya para netizen dapat menyaring secara bijak aneka kabar berupa teks, foto dan video yang begitu gampang diakses publik. "Perlu proses saring sebelum sharing sehingga informasi hoaks tidak menjadi viral. Jangan membuat masyarakat resah dengan kabar yang dapat menyesatkan," tuturnya.

Ia juga mengimbau masyarakat tetap tenang dan tidak mudah percaya informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pastikan, kata dia, informasi terkait gempabumi bersumber dari BMKG. "Silakan akses info BMKG melalui website maupun media sosial bukan yang lain. Kami terus memantau selama 24 jam," kata dia.

Dwikorita mengatakan, viralnya kabar hoaks tentang bencana lantaran munculnya rasa takut dan cemas yang berlebih. Kondisi ini mendorong individu untuk ingin segera tahu kapan dan dimana gempa akan kembali terjadi. Selain itu, tambah dia, tidak sedikit individu yang merasa bangga ketika dapat menyebarkan berita pertama kali tanpa peduli kebenaran isi berita.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement