REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, KH Ma'ruf Amin siap mundur dari jabatannya di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Menurut dia, sebagai rais aam PBNU, kiai Ma'ruf sudah tahu akan konsekuensi itu ketika menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres).
"Rais aam harus mundur. Beliau tahu konsekuensinya dan itu tidak boleh dilawan. Saya kira menunggu penetapan," kata lelaki yang biasa disapa Gus Yaqut itu saat dihubungi Republika.co.id, Senin (13/8).
Gus Yakut sendiri telah berkunjung ke kediaman Kiai Ma'ruf di Jakarta Utara pada Senin (13/8) siang. Menurut dia, kunjungannya itu untuk memberikan semangat moral kepada Kiai Ma'ruf sebagai bakal cawapres.
Dalam kunjungan itu, Gus Yakut juga membahas mengenai persepsi publik saat ini dan posisi Kiai Ma'ruf sebagai rais aam PBNU. Ia menjelaskan, setiap pemegang jabatan di PBNU harus mengikuti anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART).
Menurut dia, begitu pemegang jabatan di PBNU ditetapkan sebagai calon pejabat publik, semua jabatan di PBNU harus ditinggal. "Secara AD/ART PBNU, ya memang harus diganti. Beliau harus mundur dari PBNU, dan pengurus juga akan merapatkan posisi beliau," kata dia.
Ia menambahkan, saat ini Kiai Ma'ruf masih menunggu ketetapan sebagai cawapres. Kendati demikian, Gus Yaqut meminta publik untuk bersabar. "Ini kan baru cek kesehatan dan belum ditetapkan sebagai cawapres, beliau kan juga menunggu kabar. Kalau sudah ditetapkan juga, harus segera mundur beliau. Kiai tidak ada masalah," kata pimpinan organisasi kemasyarakatan pemuda yang terafiliasi dengan PBNU itu.
Sementara itu, Ketua PBNU KH Abdul Manan Ghani menyatakan, organisasinya belum mengambil sikap terkait pencalonan Kiai Ma'ruf sebagai wakil presiden. "Nanti akan ada mekanismenya sendiri," ujar dia ketika dihubungi.
Meski siap mundur dari kursi rais aam PBNU, Kiai Ma'ruf mesih belum membuat pernyataan akan meninggalkan jabatan ketua umum Majelis Ulama Indonesia. Gus Yakut menambahkan, posisi Kiai Ma'ruf di MUI harus dilihat berdasarkan aturan organisasi yang menaungi para ulama itu.
"Tapi, setahu saya di MUI tidak ada aturan yang mengharuskan mundur dari jabatan," kata dia.
Pasal 3 AD/ART MUI yang menyebutkan, organisasi itu bersifat keagamaan, kemasyarakatan, dan independen dinilai memiliki banyak tafsir. "Bisa saja, misalnya, Kiai Ma'ruf nonaktif atau menunjuk pelaksana harian. Kan bisa saja, tidak perlu mundur dari jabatan. Karena memang AD/ART MUI itu tak mengatur begitu, lebih soal etik saja," ujar dia.