REPUBLIKA.CO.ID, Omir Bekali, seorang Muslim Kazakh, harus mengingkari keyakinan agama mereka, mengkritik diri sendiri, dan orang yang mereka cintai dan bersyukur kepada Partai Komunis yang berkuasa. Ketika Bekali menolak mengikuti perintah itu setiap hari, dia dipaksa berdiri di dinding selama lima jam.
Sepekan kemudian, dia dikirim ke sel isolasi di mana dia tidak diberi makanan selama 24 jam. Setelah 20 hari di kamp yang dijaga ketat, dia ingin bunuh diri.
Cerita pahit ini terjadi pula pada ratusan ribu Muslim Cina--bahkan warga negara asing--di kamp-kamp tahanan massal. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam bidang hak asasi manusia (HAM) mendapat laporan akan adanya penyanderaan yang dilakukan Pemerintah Cina terhadap minoritas Muslim Uighur.
Panel HAM PBB mengaku mendapatkan sejumlah laporan kredibel di mana etnis minoritas itu disekap dalam fasilitas rahasia. Laporan tersebut mengatakan sekitar dua juta etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya ditempatkan di kawasan barat daerah otonomi Xinjiang. Mereka ditahan di sebuah kamp politik guna menjalani proses cuci otak atau indoktrinasi.
Hal tersebut tak pelak meningkatkan kekhawatiran dalam tubuh badan HAM PBB. Anggota Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, Gay McDougall, mengatakan, PBB sangat terganggu dengan banyaknya laporan kredibel yang diterima terkait penangkapan tersebut.
Penyanderaan yang dilakukan Pemerintah Cina tampaknya dilakukan atas dasar peperangan serta pemberantasan ekstremisme. McDougall menyayangkan jika upaya untuk menjaga stabilitas serta tatanan sosial dilakukan dengan mengorbankan etnis minoritas Muslim tersebut.
"Pemerintah Cina telah mengubah wilayah otonomi Uighur menjadi sesuatu yang menyerupai kamp magang besar-besaran yang diselimuti kerahasiaan. Hal itu membuat kawasan menjadi semacam zona tanpa hak," katanya pada awal peninjauan rutin dua hari atas catatan Cina, termasuk Hong Kong dan Macau.
Pemerintah Cina sebelumnya memang sempat mengatakan jika Xinjiang merupakan daerah yang tengah menghadapi ancaman kelompok militan agamais serta separatis. Mereka meningkatkan tensi guna memecah belah minoritas Uighur yang menempati kawasan dengan etnis Han Cina sebagai mayoritas di daerah tersebut.
Meski demikian, Pemerintah Cina belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan tersebut. Peninjauan laporan itu rencananya akan dilanjutkan pada Senin waktu setempat.
Delegasi Amerika Serikat (AS) dalam badan PBB tersebut mengaku terganggu dengan laporan yang menyebutkan adanya tindakan demikian terhadap Uighur dan etnis Muslim lainnya dari Pemerintah Cina. Dia meminta Pemerintah Cina untuk segera membebaskan mereka yang ditahan. "Kami mendesak Cina untuk menghentikan kebijakan yang kontraproduktif ini dan membebaskan semua yang ditahan secara sewenang-wenang," kata perwakilan tersebut.
Tuduhan akan penyanderaan yang dilakukan Pemerintah Cina terhadap Muslim Uighur didapatkan dari berbagai sumber. Salah satunya sumber yang melaporkan peristiwa tersebut adalah kelompok pembela HAM di Cina. Mereka mengatakan, 21 persen semua penangkapan yang dilakukan pada 2017 kemarin dilakukan di Xinjiang.
Muslim Cina dari etnis Uighur (ilustrasi)
Duta Besar Cina di PBB Jenewa, Yu Jianhua, sebelumnya mengatakan, pemerintahan Presiden Xi Jinping tengah berupaya menghapuskan ketidaksetaraan yang terjadi di antara kelompok etnis yang berada di negara tersebut. Hal itu dilakukan bersamaan dengan upaya untuk meningkatkan solidaritas antarwarga.
Meski demikian, upaya Pemerintah Cina untuk mewujudkan hal tersebut agaknya masih kurang serius. McDougall berpendapat, etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya diperlakukan layaknya musuh negara. Hal itu dilakukan semata-mata karena identitas keyakinan mereka. "Lebih dari 100 murid Uighur yang kembali ke Cina dari negara-negara, semisal Mesir dan Turki, telah ditangkap dengan beberapa di antaranya meninggal selama masa penahanan," kata McDougall.
Anggota panel PBB, Yemhelhe Mint Mohamed, juga menyebut penangkapan terhadap hampir satu juta warga Uighur merupakan tindakan yang semena-mena. Dia selanjutnya bertanya kepada Pemerintah Cina seberapa tinggi tingkatan kebebasan beragama yang didapatkan etnis Uighur di negara tersebut. "Apa juga yang menjadi jaminan hukum yang mereka miliki untuk tetap menjalankan keyakinan mereka sehari-hari?" tanya Yemhelhe Mint Mohamed.
Dalam kesempatan itu, anggota panel lainnya juga mengangkat masalah terkait laporan penganiayaan warga Tibet di kawasan otonomi tersebut. Hal itu juga termasuk penggunaan bahasa Tibet yang tidak memadai di ruang kelas dan pengadilan.
Uighur merupakan etnis minoritas Muslim di Cina yang sebagian besar tinggal di Provinsi Xinjiang. Sekitar 45 persen dari populasi wilayah itu merupakan etnis Uighur. Xinjiang secara resmi ditetapkan sebagai daerah otonom di Cina, seperti Tibet di bagian selatan. n ed: setyanavidita livikacansera