Sabtu 11 Aug 2018 15:46 WIB

Pesan Serat Kalatida: Apakah Agama Bisa Lepas dari Politik?

Pada saat sekarang banyak orang yang terpaksa menelan ludah sendiri.

Gambar Sunan Pakubuwono X mengunjungi Kampung Luar Batang tahun 1920-an.
Foto:
Santri di Jawa.

Lalu apakah  ada tokoh yang mengakui bahwa agama tidak bisa dipisahkan dari politik? Jelas ada. Dan sosoknya tak main-main, yaitu bapak pendiri India: Mahatma Gandhi. Dalam tulisan Gandhi di Harijan (24-12-1938, hal 393) Gandhi mengatakan: “Aku tidak bisa membagi sebuah pekerjaan apakah itu sosial, ekonomi, politik, dan religius murni kedalam kompartemen yang kedap air. Aku tidak tahu ada sebuah agama yang berpisah dari aktivitas manusia. Agama dapat memberikan dasar moral bagi segala jenis aktivitas yang tidak mereka miliki.

U

Lalu bagaimana dengan kenyataan itu di Indonesia? Jawabnya juga ada. Pernyataan yang pakar filsafat dan kebudayaan Islam, Prof Abdul Hadi WM. jelas menyatakan bahwa agama terkait dengan soal  politik atau ulama tak bisa terlepas dari soal politik benar adanya. Belaiu menjawab begini: Kalau dirunut dari sejarahnya yang membawa masalah agama ke ranah politik di Indonesia imoderen alah Sarekat Islam (SI), Nahdlatul Ulama (NU), Masjumi dan lain-lain. Dan itu tidak dilarang oleh agama.

‘’Begitu juga agama lain di Indonesia masa moderen. Orang Kristen juga mendirikan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan orang Katholik mendirikan Partai Katholik, dan lain sebagainya. UUD 45 jelas juga tidak melarang,’’ katanya.

Ketika ditanya lebih lanjut: benarkah pada zaman dahulu ulama di Nusantara tak boleh berpolitik (bahkan dalam pemimpin politik dalam arti praktis)? Dan pertanyaan ini diajukan karena mengingat begitu banyak raja Nusantara yang juga ulama. Di Jawa Mataram ada sebutan sayidin panatagama kalifatullah tanah Jawi. Bahkan Sultan Agung nyata-nyata telah menggabungkan agama dengan politik dengan mempersatukan hitungan awal tahun Jawa dengan tahun Hijriyah.

Prof Abdul Hadi hanya menjawab pendek.’’Banyak raja dahulu itu juga seorang ulama. Yang saya tahu beberapa Sultan Sumenep Panembahan Somala dan putranya Sultan Abdurrahman juga ulama yang mempunya pengetahuan agama Islam yang sangat dalam,’’ ujarnya lagi.

Nah, uniknya lagi, pada saat ini, yakni menjelang Pilpres 2019,  klaim bahwa ulama tak boleh berpolitik ternyata  habis tandas. Kecelenya, mereka yang beberapa tahun silam mengatakan ulama tidak boleh berpolitikah yang melakukannya.Banyak orang yang terpaksa menelan ludah sendiri.

Maka dalam budaya Jawa sudah ada pesan luhur saat menjumpai keadaan seperti ini, yakni ketika zaman mengalami bolak-balik. Nasihat ini ditulis dengan sangat baik oleh priyayi asal Kraton Kasunan Surakarta, yakni pujangga Raden Ngabehi Ranggawarsita. Di kalangan orang Jawa kerapkali dia dianggap pujangga Jawa terakhir atau paripurna.

amenangi zaman édan,

(Menyaksikan zaman gila)

éwuhaya ing pambudi,

(serba susah dalam bertindak)

mélu ngédan nora tahan

(ikut gila tidak akan tahan)

yén tan mélu anglakoni,

(tapi kalau tidak mengikuti: gila),

boya kéduman mélik,

(bagaimana akan mendapatkan bagian)

kaliren wekasanipun,

(kelaparan pada akhirnya)

ndilalah kersa Allah,

(namun telah menjadi kehendak Allah)

begja-begjaning kang lali,

(sebahagia-bahagianya orang yang lalai)

luwih begja kang éling klawan waspada.

(akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada)

Maka waspadalah. Ingat ada nasihat Ustaz Abdul Somad yang kini viral di media sosial: Kalau kambing dipegang talinya, orang itu dipegang ucapannya. Maka waspadalah, waspadalah!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement