REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK -- Citra satelit NASA menunjukkan terjadi kenaikan permukaan tanah di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) sejak gempa berkekuatan 7,0 skala richter (SR) mengguncang wilayah tersebut, Ahad (5/8). Kenaikan permukaan tanah itu mencapai 10 inci atau sekitar 25 centimeter (cm) selama periode enam hari, 30 Juli-5 Agustus 2018.
Pergerakan tanah di Lombok Utara yang menjadi episentrum gempa mencapai enam mil atau 10 kilometer (km) di bawah permukaan. Perubahan kenaikan permukaan tanah ini terjadi hampir di seluruh wilayah Lombok setelah gempa.
"Dari pola deformasi di peta, ilmuwan menemukan slip sesar gempa terjadi di bagian barat Pulau Lombok dan itu menyebabkan terangkatnya permukan tanah hingga 25 cm," tulis keterangan NASA, dilansir dari Express UK, Jumat (10/8).
Dengan peta-peta NASA terbaru, lembaga ini bisa membantu bentuk respons terhadap gempa bumi dan bencana alam lainnya menggunakan satelit mereka. Ratusan gempa susulan termasuk Kamis (9/8) sebesar 6,2 SR kembali terjadi di Bumi Seribu Masjid.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan korban meninggal dunia akibat gempa Lombok mencapai 259 orang hingga Kamis (9/8). Ia menduga masih ada korban tambahan yang berada di reruntuhan bangunan yang belum dievakuasi.
"Data masih akan terus bertambah mengingat tim pencarian dan pertolongan masih menemukan korban di reruntuhan bangunan dan masih diidentifikasi," katanya.
Laporan aparat desa juga ada yang menyatakan korban meninggal di wilayah mereka ada sudah mulai dimakamkan, namun belum didata dan dilaporkan. Selain korban meninggal, sebanyak 1.033 orang luka berat dan dirawat inap, sementara pengungsi mencapai 270.168 jiwa.