Kamis 09 Aug 2018 08:36 WIB

Demokrat Duga Politik Transaksional Dipraktikkan Gerindra

Andi Arief menyebut Sandiaga membayar Rp 500 miliar agar menjadi cawapres Prabowo.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Andri Saubani
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) bersama Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) memberikan keterangan kepada media usai pertemuan tertutup di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (30/7).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) bersama Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) memberikan keterangan kepada media usai pertemuan tertutup di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Renanda Bachtar mengatakan pihaknya menduga kuat adanya politik transaksional yang dilakukan oleh Partai Gerindra kepada dua partai lain yaitu PKS dan PAN. Hal itu sesuai dengan tudingan yang dilakukan Wasekjen Demokrat Andi Arief dalam kicauannya di Twitter pada Rabu (8/8) malam.

“Dari tinjauan kami, memang ada dugaan seperti itu,” ungkap Renanda kepada Republika, Kamis (9/8) pagi.

Dalam cicitannya, Andi Arief menuding Ketum Gerindra Prabowo Subianto sebagai ‘Jenderal Kardus’. Hal itu lantaran salah satu politisi Gerindra, Sandiaga Uno dituding membayar uang Rp 500 miliar kepada PKS dan PAN untuk mengiyakan pinangan Prabowo kepada Sandiaga Uno.

Renanda mengatakan, adanya fakta tersebut bisa mengancam koalisi yang saat ini tengah dibangun oleh Partai Demokrat dan Partai Gerindra. Dia menyebut bila benar Prabowo tetap memilih Sandiaga sebagai cawapres, bukan tidak mungkin pihaknya keluar dari koalisi.

“Kalau Prabowo paksakan Sandi, sangat mungkin Demokrat pilih keluar koalisi,” ujar Renanda.

Dia melanjutkan, saat Ketum Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan ‘Serahkan siapa cawapres Prabowo’, hal itu seharusnya dapat dimaknai Pak SBY yakin Prabowo akan pilih figur yang semakin mendekatkan koalisi ini kepada kemenangan.

“Menang karena yang dipilih sebagai cawapres diyakini akan didukung rakyat banyak, dan itu harus dibuktikan dengan tingginya popularitas dan elektabilitas figur tersebut. Atau, setidaknya tokoh tersebut memiliki jejaring luas di Indonesia oleh komunitas yang besar anggotanya,” kata dia.

Renanda menganggap pemilihan Sandiaga Uno oleh Prabowo merupakan pilihan yang gegabah. Sebab, tidak ada dua syarat tersebut yang ada dalam diri Sandiaga Uno.

“Apakah hanya karena ia sanggup memberikan sejumlah dana kompensasi besar kepada PAN dan PKS lantas dia langsung menjadi kandidat cawapres terkuat? Strategi politik macam apa ini? Demokrat menolak pendekatan antimeritokrasi, apalagi pendekatan transaksi, yang dijadikan ukuran,” kata dia.

Namun, dia menekankan masih akan menunggu dan merujuk pada keputusan yang akan dihasilkan dari pertemuan kedua petinggi Partai Demokrat dan Partai Gerindra untuk bertemu pada Kamis pagi ini. “Kita tunggu hasil pertemuan Prabowo-SBY jam sembilan di Kuningan ya,” ungkapnya.

Direktur Pencapresan DPP PKS, Suhud Aliyudin membantah pihaknya telah menerima uang senilai Rp 500 miliar dari Sandiaga. Selain itu, Suhud juga tidak membenarkan bahwa pihaknya mematok harga dalam kesepakatan nama cawapres pendamping Prabowo Subianto.

"Tudingan itu tidak benar. Dia harus buktikan, karena jika tidak itu artinya fitnah. Proses komunikasi baru pada taraf Pak Prabowo menawarkan nama-nama alternatif sebagai cawapres," tegas Suhud saat dihubungi Republika, Rabu (8/8).

Anggota Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo menyebut tuduhan Politikus Partai Demokrat Andi Arief terhadap Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno sebagai sebuah kejahatan. Padahal, menurut Dradjad, hingga saat ini Sandi belum diputuskan siapa yang mendampingi Prabowo.

"Tuduhan Andi itu jahat sekali," ujar Dradjad saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (8/8).

Baca juga:

Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Muhammad Taufik turut menanggapi cuitan yang dikirimkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Andi Arief. Menurutnya, ungkapan yang tertuang dalam cuitan itu merupakan pendapat pribadi Andi.

“Itu kan pendapat Andi Arief kan, pendapat sendiri,” ujar Taufik di Jakarta, Rabu (8/8). Dia menampik adanya anggapan dengan adanya kiriman cuitan tersebut merupakan pertanda Partai Demokrat gagal berkoalisi dengan Partai Gerindra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement