Kamis 09 Aug 2018 07:40 WIB

Agama Sebagai Realitas Historis (1)

Kitab Suci Alquran mengandung banyak aspek substansi kehidupan.

Azyumardi Azra
Foto: Republika
Azyumardi Azra

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Azyumardi Azra

Agama—khususnya yang bersumber dari wahyu (revealed religions atau samawi, agama langit) dalam kenyataannya lebih dari sebagai doktrin yang ada dalam kitab suci. Tetapi, agama wahyu hidup tidak hanya dalam kitab suci; dia juga menjadi realitas historis, sosiologis, antropologis, politis, dan sebagainya ketika dia dianut dan menyebar di lingkungan masyarakat manusia.

Oleh karena itu, kitab suci agama wahyu sekalipun eksis tidak dalam lingkungan yang vakum dari realitas historis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan seterusnya. Pertemuan dan interaksi antara wahyu dan realitas ini mengakibatkan adanya beberapa kitab suci yang dipercayai sebagai wahyu mengalami perubahan, sehingga memunculkan berbagai macam versi kitab suci seperti bisa terlihat dalam pengalaman Kristianitas.

Dalam pada itu, Alquran yang diyakini kaum Muslimin sebagai wahyu dari Allah SWT yang disampaikan melalui malaikat Jibril kepada Muhammad SAW tidak mengalami perubahan. Kaum Muslim meyakini keseluruhan ayat Alquran sebagai salah satu mukjizat Nabi Muhammad, yang tidak berubah karena dilindungi Allah SWT sampai akhir zaman.

Alquran yang dikodifikasi dalam Mushaf Utsmani menjadi versi tunggal satu-satunya sampai sekarang; tidak ada Alquran versi Ahlus Sunnah wal Jamaah (Sunnah), juga tidak ada mushaf Alquran versi Syi’ah atau aliran lain. Juga tidak ada perubahan dalam ayat-ayatnya karena tidak boleh mengedit Alquran.

Kitab Suci Alquran mengandung banyak aspek substansi sejak dari soal akidah, ibadah, muamalah, alam, dan ilmu pengetahuan sampai kisah-kisah dan sejarah lain. Banyak substansi ini bersifat garis besar (mujmal); sebagian lagi sudah jelas (mubayyan).

Semua substansi ini ada ayat-ayat yang mengandung ketentuan eksplisit (hukm/ahkam), tapi juga ada yang berisikan informasi untuk diambil pelajaran dan hikmahnya; dalam istilah para mufassir, ada ayat-ayat yang muhkamat (jelas ketentuan hukumnya) dan ghayr muhkamat (tidak jelas ketetapan hukumnya) atau qat’i dilalah dan zhanni dilalah.

Lebih jauh, meski Alquran mengandung banyak ayat tentang akidah—misalnya tentang tauhid—dia bukanlah kitab kalam (teologi), atau kitab tauhid yang perinci seperti dikenal sekarang. Misalnya lagi, meski Alquran mengandung banyak ayat terkait ibadah dan muamalah, dia bukan kitab fiqh. Meski mengandung banyak ayat terkait sejarah, Alquran bukan buku sejarah sesuai prinsip dan metodologi ilmu sejarah sejak zaman Tarikh al-Tabari sampai sekarang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement