Rabu 08 Aug 2018 16:54 WIB

'Jika Prabowo Gandeng AHY & Menang, SBY Atur Pemerintahan'

SBY selalu mengambil peran dalam berbagai pertemuan.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Ratna Puspita
Pertemuan balasan SBY ke Prabowo, Senin (30/7).
Foto: Tim Komunikasi Partai Demokrat
Pertemuan balasan SBY ke Prabowo, Senin (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Hanura Inas Narsullah Zubir menilai Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono akan mengendalikan pemerintahan jika Prabowo Subianto menggandeng Agus Harimurti Yudhoyono dan memenangkan pemilihan presiden (pilpres) 2019. Hal tersebut terlihat dari pergerakan SBY selama masa penjajakan koalisi menjelang pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden.

Menurut Inas, dalam koalisi itu, SBY selalu mengambil peran dalam berbagai pertemuan. "Kalau memang AHY menjadi bakal calon cawapres Prabowo, dan jika mereka menang pilpres maka roda pemerintahan akan diatur oleh SBY," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (8/8).

Kendati demikian, Inas menilai Prabowo yang kian mesra dengan Demokrat karena tawaran dari SBY memiliki daya tarik, di antaranya jaminan logistik. "Yang pasti adalah logistik bisa terjamin karena dana yang luar biasa besar akan mengalir ke kocek pemenangan pilpres Prabowo, asalkan Prabowo mau menerima Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai bakal cawapresnya," ujar dia.

Inas menilai, jika ada hal yang menjadi penghalang duet Prabowo-AHY di antaranya rekomendasi Ijtima' Ulama GNPF. Hasil ijtima' itu mengamanatkan Prabowo sebagai capres dengan didampingi oleh Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri atau Ustaz Abdul Somad.

Ia menerangkan karakter Prabowo mudah diatur oleh kepentingan tertentu. Ia mencontohkan, beberapa waktu yang lalu Prabowo menuruti ucapan Habib Rizieq Shihab (HRS) hingga harus menemuinya ke Arab Saudi untuk meminta restu.

Bahkan, ia menambahkan, Prabowo mematuhi instruksi HRS agar hadir dalam Ijtima' Ulama GNPF. Padahal, menurut Inas, GNPF tidak mewakili ulama Indonesia.

"Rekomendasi itu menjadi dilema untuk Prabowo karena dua orang bakal cawapres tersebut sama sekali tidak akan bisa membantu logistik yang diperlukan untuk menuju RI 1," kata dia.

Karena itu, Inas mengatakan, partai koalisi pendukung Jokowi sama sekali tak merasa tersaingi oleh Prabowo. Menurut dia, Jokowi telah membuktikan kinerjanya dengan aksi nyata.

Ia menilai hal itu akan menjadi modal kuat untuk menjadi pemimpin Indonesia. "Pak Jokowi telah berbuat dengan hasil yang bisa kita lihat, tetapi Prabowo bisa apa?" kata dia.

Sembilan partai telah menyatakan mendukung pejawat Joko Widodo (Jokowi) untuk kembali memimpin Indonesia hingga 2024. Meski belum ada kesepakatan secara tertulis, partai koalisi Jokowi yakin akan kemenangan mereka di Pemilu 2019.

Di kubu Prabowo, PAN dan PKS hingga saat ini belum memastikan akan mendukung Prabowo pada Pilpres 2019. Bahkan, Presiden PKS Shohibul Iman pada Selasa (7/8) malam menyatakan poros ketiga masih sangat mungkin dibentuk meski pendaftaran pilpres tinggal dua hari lagi.

Dua hari jelang penutupan masa pendaftaran pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di KPU, PAN memberi sinyal mengubah dukungan. Sebab, PAN yang selama ini identik dengan koalisi pendukung capres Prabowo Subianto justru mengakui ada kebuntuan dalam pembahasan cawapres di antara koalisi parpol.

PKS menyorongkan Salim Segaf Al-Jufri, Demokrat menyodorkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sementara PAN memiliki kandidat, yakni Zulkifli Hasan. Ketua DPP PAN Yandri Susanto mengajukan syarat kepada Prabowo Subianto agar PAN tetap berada di koalisi Prabowo.

Syarat tersebut meminta Prabowo memilih cawapres yang berasal dari luar parpol sebagai jalan tengah dari kebuntuan pembahasan cawapres untuk Prabowo. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement