REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah terduga teroris yang ditangkap pascateror Surabaya terus meingkat. Kapolri Jenderal Muhammad Tito Karnavian menyebut, 283 terduga teroris sudah ditangkap. Dalam dua hari, 23 terduga teroris ditangkap setelah pada Ahad (5/8) lalu Tito mengatakan 260 terduga teroris telah ditangkap.
"Kita sudah melakukan penagkapan, laporan terakhir ke saya tadi malam 283 yang ditangkap pasca bom Surabaya," kata Tito di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (7/8).
Pascateror Surabaya pada Mei 2018 lalu dan pemberlakuan UU nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Polri semakin gencar menangkap terduga teroris. Apalagi Jamaah Ansharut Daulah (JAD) juga sidah ditetapkan sebagai organisasi terlarang, sehingga siapapun yang terkait JAD bisa ditangkap dan dipidana.
"Artinya siapapun juga yang berhubungan membantu menjdi anggota dapat dipidana. Yang dulu di UU lama tidak, harus ada bukti dulu, senjatanya, perencanaannya, harus ada aksinya, terlambat kita. Nah UU memberikan peluang baru dan kita akan belerja terus," ujar Tito.
Pemberantasan teroris tersebut semakin linier dengan upaya pengamanan Asian Games 2018. Isu terorisme menjadi isu krusial uang harus diantisipasi Polri. Tito mengatakan, Polri akan terus melakukan penangkapan. "Saya minta terus melakukan penangkapan penangkapan," ujar Tito menegaskan.
Baca juga: Berjasa Lawan Terorisme, Puan Raih Bintang Bhayangkara Utama
Tito menambahkan, untuk upaya pemberantasan teroris tersebut Polda-polda telah dibentuk satgas anti teror yang akan dikembangkan di 34 provinsi. Satgas tersebut akan memperkuat Detasemen Khusus 88 Antiteror.
Terduga teroris yang ditangkap dititipkan di kantor kepolisian kewilayahan tempat mereka ditangkap, misalnya markas kepolisian resor (Polres) maupun kepolisian daerah (Polda).
Sementara, anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu meminta Polri agar melaporkan penangkapan ratusan terduga teroris beberapa bulan belakangan ini. Polri, kata dia, harus memastikan mekanisme yang dilakukan sesuai dengan Undang-Undang. Sebagai bentuk pengawasan, DPR akan meminta Polri melaporkan mekanisme penangkapan itu.
"Tentu nanti kami akan melakukan pengawasan, kami akan meminta keterangan polisi, pola penanganan terhadap orang yang terindikasi terlibat dalam kelompok jaringan teroris," kata Masinton.
Baca juga: Narasi Terorisme
Kewenangan Polri menjaring terduga teroris semakin kuat setelah disahkannya UU nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Polri berwenang menangkap orang yang diduga terlibat jaringan terorisme dengan bukti yang cukup, tanpa pelaku harus melakukan tindak pidana terlebih dahulu. Masa penahanan pun ditambah, yakni 14 hari dengan ekstensi tujuh hari bila penyidikan belum cukup, bila ditotal menjadi 21 hari.
Tim Densus 88 membawa barang bukti saat penggeledahan usai penangkapan terduga teroris di Jemaras, Klangenan, Kab. Cirebon, Jawa Barat, Kamis (17/5).