Senin 06 Aug 2018 12:26 WIB

Kisah Kepala Dusun di Lobar Larang Warganya ke Gunung

Hampir seluruh warga sejak semalam tinggal di luar rumah dengan perlengkapan seadanya

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Andi Nur Aminah
Warga Dusun Kekait Daya, Desa Kekait, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, NTB, mengungsi dengan peralatan seadanya, Senin (6/8).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Warga Dusun Kekait Daya, Desa Kekait, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, NTB, mengungsi dengan peralatan seadanya, Senin (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Sejumlah wilayah di Pulau Lombok porak-poranda akibat gempa berkekuatan magnitudo 7,0 SR skala richter (SR) pada Ahad (5/8) malam. Aktivitas di Pulau Seribu Masjid seakan terhenti pada hari ini.

Denyut nadi Kota Mataram, yang merupakan jantung dari Lombok maupun NTB, seolah tak bergerak. Banyak perusahaan dan sejumlah gerai makanan yang menghentikan operasionalnya. 

Republika.co.id juga menyambangi sejumlah lokasi di Lombok Barat. Kerusakan rumah warga terlihat begitu parah sepanjang Jalan Pusuk yang menghubungkan Lombok Barat dengan Lombok Utara. Meski jalur ini berbelok-belok melintasi areal perbukitan, namun tetap menjadi pilihan warga Lombok, ketimbang lewat jalur Pantai Senggigi karena dapat memotong waktu lebih cepat.

Salah satunya di Dusun Kekait Daya, Desa Kekait, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Kepala Dusun Kekait Daya, Yusran, mengatakan 99 persen rumah warga di dusun ini mengalami kerusakan. Hampir seluruh warga sejak semalam tinggal di luar rumah dengan perlengkapan seadanya.

"Panik sekali malam tadi, gempa begitu kencang dan listrik padam sehingga semakin panik warga. Ada tiga warga yang luka-luka," ujarnya kepada Republika.co.id di Desa Kekait, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, Senin (6/8).

Yusran mengatakan, situasi semalam memang begitu mencekam. Banyak warganya hendak berlari ke gunung atau bukit-bukit karena adanya informasi tsunami. "Saya dan seluruh kepala RT langsung turun dan melarang warga ke gunung karena tidak benar adanya tsunami," lanjutnya.

Ia mengaku belum tidur hingga saat ini karena sibuk mengurusi warga. Ia bersama enam kepala RT di dusunnya langsung membuat 11 titik pengungsian sementara. Untuk memudahkan koordinasi dan pemantauan, 11 titik diperkecil menjadi hanya empat titik pengungsian. "Sampai saat ini belum ada bantuan apa-apa, kita butuh bantuan tenda, selimut, sembako karena banyak juga anak-anak dan lansia," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement