REPUBLIKA.CO.ID
"Jangan membangun permusuhan. Sekali lagi jangan membangun permusuhan. Jangan membangun ujaran-ujaran kebencian. Jangan membangun fitnah-fitnah. Tidak usah suka mencela. Tidak usah suka menjelekkan orang lain. Tapi kalau diajak berantem juga berani. Tapi jangan ngajak lho. Saya bilang tadi, tolong digarisbawahi. Jangan ngajak. Kalau diajak, tidak boleh takut."
Kutipan di atas adalah bagian dari pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) di hadapan para pendukungnya yang menghadiri Rapat Umum Relawan Jokowi di Sentul International Convention Center (SICC) Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (4/8).
Acara tersebut awalnya terbuka untuk diliput awak media. Namun, setelah beberapa menit Jokowi menyampaikan sambutan, awak media diminta menunggu di luar ruang pertemuan.
Hadir dalam dalam acara yang dihadiri ribuan relawan dari berbagai elemen relawan itu Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin. Sebelum memberikan sambutan Jokowi sempat menyapa dan menyalami relawan dari depan hingga belakang.
Dalam pidatonya, Jokowi juga mengajak semua relawan menggalang persatuan, persaudaraan dan kerukunan karena hal itu merupakan anugerah dari yang harus disyukuri dan dijaga. Ia menyebutkan pada 2019 nanti ada pemilihan umum presiden (pilpres) dan pemilihan umum legislatif (pileg).
"Aset terbesar bangsa ini adalah persatuan, persaudaraan, kerukunan di tengah perbedaan bahasa, suku, agama," kata Jokowi saat memberikan sambutan pada acara itu.
Menurut dia, Pilpres 2019 bukan sekadar kalah atau menang. Namun, lebih dari itu adalah penguatan demokrasi Indonesia.
"Supaya demokrasi kita kuat, supaya rakyat merasakan proses Pemilu 2019," kata Jokowi.
Ujaran, "Tapi kalau diajak berantem juga berani," langsung menyulut kontroversi. Khususnya para tokoh politik yang berseberangan dengan Jokowi, menyesalkan pidato Jokowi itu. Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menilai, Presiden seharusnya menjaga suasana politik tetap kondusif, bukan melayangkan pernyataan kontroversial yang tidak membangun kebersamaan persaudaraan.
"Pernyataan seperti itu tidak boleh keluar dari Presiden, kepala negara. Kalau pemimpin seharusnya menyejukkan," ujar dia kepada Republika.co.id, Ahad (5/8).
Riza mengatakan, kalau ada orang yang mengajak berantem jangan diladeni dan jangan ditanggapi, tetapi ajak duduk berdialog secara damai. Sebab, bagaimanapun, menurutnya, mereka masih bersaudara dan sebangsa.
"Jangan yang kontroversi, menantang, adu domba, dapat memicu keributan. Harus hati-hati. Orang yang berani itu bukan ukuran berantem. Yang berani itu yang jujur berintegritas," ungkap dia.
Riza menampik pernyataan yang dikeluarkan Jokowi itu karena sengitnya pertarungan jelang Pilpres 2019. Karena menurutnya, di matanya persaingan kompetisi dalam era demokrasi itu hal yang biasa. Siapa pun itu harus tetap menghormati dan menghargai.
"Apa pun kita ini sebangsa dan negara. Apa pun bentuknya pilbup, pilkada, kita harus menjaga. Jangan berantem. Apa sih yang kita cari, yang kita cari kan kebaikan untuk kepentingan rakyat. Jadi harus saling menjaga. Kalau ada yang berantem harus didamaikan," ujar dia.
Anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra Andre Rosiade pun menyayangkan pidato Jokowi di hadapan relawannya. Menurut Andre, pernyataan tersebut terkesan menganjurkan kekerasan kepada relawannya.
"Ia lupa apakah beliau capres apa beliau sebagai kepala negara. Dia lupa terhadap posisi beliau. Beliau terlalu larut dalam berpidato sehingga lupa kalau dia sebagai kepala negara," jelasnya.
Andre mengaku sedih dengan pernyataan mantan gubernur DKI Jakarta tersebut yang seolah-olah menganjurkan tindakan kekerasan. Menurutnya, cita-cita pemilu yang diharapkan berjalan aman, damai, dan bersih tercoreng akibat pernyataan Jokowi tersebut.
"Kami maklumi itu adalah bentuk kepanikan Pak Jokowi karena surveinya belum aman," katanya.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan juga ikut menanggapi pernyataan Jokowi. Menurut Hinca, pernyataan Jokowi tersebut dapat menimbulkan kegaduhan dan tidak semestinya diucapkan.
"Saya kira dalam suasana ini kita ingin mengajak semuanya berkontestasi yang dalam bahasanya teman-teman di politik festival gagasan. Kita ingin semuanya agar semuanya teduh, kita ingin semuanya berjalan fair," kata Hinca, di Jakarta, Ahad (5/8).
Apalagi, kata Hinca, Jokowi adalah Presiden yang sepatutnya membawa rasa damai bagi masyarakatnya. Ia berharap, Jokowi sebagai kepala negara daapt membawa Indonesia lebih demokratis, adil, jujur, dan menyenangkan.
"Tidak ada sesuatu yang kemudian membuat kita gelisah," katanya lagi.
Bahkan, Hinca juga menuliskan pendapatnya tersebut di media sosial Twitter miliknya. Ia mengatakan pada Jokowi bahwa pesan yang disampaikan bukanlah hal yang baik. Menurut dia, apabila ada relawan atau simpatisan Jokowi yang salah harus diingatkan dan dididik.
Saya kira ini bukan pesan yang baik pak presiden @jokowi
Menyiapkan kemenangan artinya menyiapkan strategi, bukan siap berkelahi.
Mohon ini tidak diteruskan di pertemuan-pertemuan selanjutnya. Kita ingin pemilu damai.
Jika relawan/simpatisan/kader SALAH ya diingatkan, dididik. pic.twitter.com/0nUTQROhC6
— HincaPandjaitanXIII (@hincapandjaitan) August 4, 2018
Klarifikasi partai pendukung dan Istana
Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Raja Juli Antoni, membantah dan meminta siapa pun untuk tidak memelintir seruan Jokowi di hadapan relawan pendukungnya. Raja Juli menilai, fitnah kejam muncul dari lawan politik Jokowi.
"Pernyataan Pak Jokowi pada saat pertemuan relawan oleh lawan politik dipelintir, dipotong dan dicabut dari konteksnya sehingga yang ditampilkan di publik seolah-oleh Pak Jokowi memprovokasi agar terjadi benturan di akar rumput," ungkap Raja Juli melalui siaran pers, Ahad (5/8).
Bila dibaca dengan seksama sambung Raja Juli, pernyataan Jokowi tidak ada seruan untuk memprovokasi para pendukungnya untuk melakukan kekerasan dalam bentuk apapun. Seruan tersebut kata dia, telah diedit sedemikian rupa sehingga menimbulkan makna yang berbeda.
Apa yang diserukan oleh Jokowi, menurut Raja Juli, justru menegaskan agar relawan Jokowi jangan saling mencela dan menjelekkan saat berkampanye. Jokowi pun ungkapnya, melarang para pendukungnya melakukan tindakan kekerasan.
"Pak Jokowi juga melarang para pendukungnya untuk tidak mengambil inisiatif melakukan tindak kekerasan dalam bentuk apa pun," ungkap Raja Juli.
Hanya saja, ujar dia, sebagai bentuk defensif, mempertahankan diri, bila ada yang melakukan kekerasan, maka pendukung Jokowi harus berani melawan. Namun, sekali lagi, tambah dia, sifatnya hanya untuk pertahanan diri bukan ofensif.
"Dalam studi Hubungan Internasional, ada terminologi the last resort artinya tindakan militeristik mungkin dilakukan sebagai alternatif terakhir yang mesti diambil bila alternatif damai untuk menyelesaikan maslalah tidak bisa dilakukan lagi," ungkap dia.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan hal yang disampaikan Jokowi kepada relawan untuk 'berani berantem' hanya untuk memberi semangat. "Ya namanya memberikan semangat, yang penting tidak sampai ribut," kata Hasto, di sela pembekalan bakal caleg PDI Perjuangan, di Jakarta, Ahad (5/8).
Menurutnya, yang disampaikan Jokowi kepada relawan dalam rapat umum bersama relawan di Sentul, justru menitikberatkan agar jangan sampai terdapat adu fisik. Menurut Hasto, tradisi konflik dalam kultur Jawa yang dipakai Jokowi, 'berantem' bukanlah konflik tertinggi, melainkan saat tidak saling berbicara satu sama lain.
"Jokowi menegaskan jangan sampai ada adu fisik, kita dukung demokrasi jangan sampai ada kekerasan," ujar Hasto pula.
Adapun, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi SP menjelaskan, yang disampaikan Jokowi kepada relawan untuk 'berani berantem; hanyalah merupakan kiasan. Berantem bukan fisik, tetapi untuk melawan pihak yang memfitnah dan melakukan ujaran kebencian.
"Saya kira yang disampaikan oleh Pak Presiden Jokowi kiasan, berantem jangan diartikan secara fisik, bukan begitu," ucap Johan.
Yang disampaikan Presiden Jokowi kepada relawan dalam rapat umum bersama relawan di Sentul, Bogor, kata Johan, adalah menitikberatkan untuk tidak memfitnah serta melakukan ujaran kebencian dalam upaya memenangkan dirinya. "Saya kira tidak (provokatif), jangan berantem diartikan fisik. Sebelum bicara itu Pak Presiden berpesan untuk menjaga persatuan dan kesatuan," ucap Johan Budi.