REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menerima sejumlah perwakilan kiai-kiai NU se-Indonesia di kantor pusat PBNU. Para kiai dari kalangan nahdiyin itu mengusulkan nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Joko Widodo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
"Malam hari ini PBNU melalui ketua umum PBNU menerima aspirasi usulan dari para kiai, pemangku pesantren dari seluruh Indonesia, beliau-beliau ini menyampaikan aspirasi yang berkembang dari masyarakat di bawah, yaitu mengusulkan salah satu kader NU terbaik, Cak Imin untuk diusulkan sebagai pendamping Joko Widodo," kata Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Sabtu (4/8) malam WIB.
Menurut Helmy, dalam forum tersebut, Said Aqil Siradj akan meneruskan aspirasi para kiai dari seantero Nusantara itu kepada Joko Widodo (Jokowi). Memang, kata Helmy, sebenarnya kabar bahwa para kiai NU menghendaki Cak Imin menjadi cawapres sudah lama berkembang. Hanya saja, baru kali ini dibicarakan atau disampaikan secara resmi kepada PBNU. "Terhadap itu Pak Said Aqil Siradj menerima usulan dari para kiai, insyaAllah dalam forum yang tepat akan disampaikan ke Pak Jokowi," jelasnya.
Namun saat ditanya apakah PBNU secara organisasi mengusulkan nama lain untuk mendampingi Jokowi, Helmy menjawab bahwa sifatnya hanya menerima para kiai warga NU yang minta diteruskan aspirasinya kepada calon presiden (capres) Jokowi. Hal itu dikatakan setelah ada isu NU disebut sudah mengajukan empat nama untuk cawapres Jokowi.
Sementara itu, juru bicara para kiai, KH Anwar Iskandar menjelaskan bahwa salah satu alasan para kiai tersebut memilih Cak Imin sebagai cawapres karena Indonesia harus dijaga bersama antara kekuatan nasionalis dan kaum religius. Sementara, para kiai NU adalah kekuatan religius yang akan menyangga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bersama kaum nasionalis.
"Saya kira semua sudah tahu dan membaca bahwa ada ancaman terhadap eksistensi negara Republik Indonesia, ada ancaman terhadap national state, baik itu dari kekuatan radikal atas nama agama ataupun liberalisme dan sebagainya, tentu kiai-kiai tidak tinggal diam kalau sudah bicara keselamatan NKRI," kata Anwar yang juga pengurus PBNU tersebut.