Jumat 03 Aug 2018 18:29 WIB

Bahas Kehalalan Vaksin MR, Kemenkes-Bio Farma Temui MUI

Komisi Fatma MUI mempertimbangkan untuk percepatan proses penetapan fatwa vaksin MR.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Gita Amanda
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin Measles Rubella (MR) yang akan disuntikkan kepada siswa saat Kampanye Imunisasi Campak dan MR, beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Fahrul Jayadiputra
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin Measles Rubella (MR) yang akan disuntikkan kepada siswa saat Kampanye Imunisasi Campak dan MR, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan pertemuan dengan PT Bio Farma dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Kantor MUI pusat pada Jumat (3/8). Pertemuan tersebut diinisiasi untuk kepentingan masyarakat yang resah karena tidak ada jaminan kehalalan produk vaksin Measles Rubella (MR) yang diproduksi Serum Institute of India (SII).

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Soleh, menyampaikan pertemuan ini yang pertama untuk menjamin hak-hak keagamaan masyarakat yang resah karena tidak ada jaminan kehalalan vaksin MR. Vaksin MR yang diproduksi SII belum disertifikasi halal oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI.

"Pertemuan sore ini untuk kepentingan mencari jalan keluar, Alhamdulillah, ada beberapa poin yang disampaikan tadi," kata Asrorun kepada Republika.co.id usai pertemuan di Kantor MUI pusat, Jumat (3/8).

Ia mengatakan, ada kesepahaman dalam proses sertifikasi halal vaksin MR. Sebagai langkah percepatan proses sertifikasi halal vaksin MR, Menteri Kesehatan atas nama negara meminta PT Bio Farma dan SII memberikan akses untuk mengetahui komposisi pembentuk vaksin MR.

Asrorun menyampaikan, Komisi Fatma MUI juga akan mempertimbangkan untuk percepatan proses penetapan fatwa untuk vaksin MR. Tentu setelah ada proses auditing yang dilakukan oleh LPPOM MUI. LPPOM MUI dalam posisi menunggu juga siap mengambil langkah-langkah ekstra ordinary.

"Langkah-langkah cepat proses pemeriksaan tentu dengan prinsip prudensialitas yang dimiliki oleh sistem LPPOM MUI dan Komisi Fatwa," ujarnya.

Asrorun menyampaikan, ada dua kemungkinan hasil auditing LPPOM MUI. Kemungkinan pertama, bahan pembentuk vaksin MR bersih, suci dan tidak terbukti mengandung unsur haram atau najis. Artinya vaksin tersebut bisa mendapatkan sertifikat halal dengan cepat.

Kemungkinan kedua, unsur pembentuk vaksin MR mengandung unsur haram atau najis. Maka akan dilihat dan dipertimbangkan dampaknya oleh MUI. Jika dampaknya tidak menggunakan vaksin MR mengakibatkan mudarat secara kolektif di tengah masyarakat, maka MUI menilai vaksin MR dapat digunakan.

"(Vaksin MR) dapat digunakan ketika tidak ada alternatif lain, ketika tidak ada vaksin sejenis yang halal, ketika bahayanya sangat mendesak, saya kira itu poin pentingnya," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement