Kamis 02 Aug 2018 17:56 WIB

Pengamat: Hubungan Demokrat-PKS Baik tapi tidak Pernah Equal

Peneliti SMRC menilai pola hubungan Demokrat-PKS berpengaruh pada koalisi.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Program SMRC Sirojudin Abbas.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Direktur Program SMRC Sirojudin Abbas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas menilai, hubungan antara Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah memilliki hirarki sejak dulu. Hal ini akan berpengaruh terhadap penentuan kekuasaan partai koalisi pendukung Prabowo.

"Penting anda ingat bahwa hubungan PKS dan Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) cukup baik dan hubungannya tidak pernah equal selalu hirarkis," kata Sirojudin, di Jakarta, Kamis (2/8).

Selama SBY menjabat menjadi presiden dua periode, PKS selalu menjadi rekan koalisi. Tidak sedikit kader-kader PKS yang diangkat menjadi menteri termasuk Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri yang menjabat sebagai Menteri Sosial. Oleh karena itu, saat ini hal yang perlu diperhatikan oleh koalisi Prabowo adalah pembagian kekuasaan apabila nantinya memenangkan Pilpres 2019.

"Negosiasi yang sedang berlangsung saat ini soal konsesi jika PKS tidak memperoleh kursi cawapres, saya kira masih dalam proses penyelesaian saat ini," ujarnya.

Sirojudin mengatakan, saat ini PKS memang akan terus mengajukan kadernya sebagai cawapres pendamping Prabowo. Namun, saat ini SBY telah ikut mengambil peran dalam koalisi partai tersebut dan memiliki suara yang cukup berpengaruh. Saat ini, menurut Sirojudin, hal yang masih menjadi pembahasan antara partai koalisi pendukung Prabowo adalah konsesi. Pembahasannya berupa bagaimana caranya agar semua partai koalisi mendapatkan keuntungan dan tidak ada yang dirugikan.

"Nah sekarang siapa yang bisa menghadirkan logistik untuk pilpres ini, di antara empat partai koalisi ini. Saya masih punya keyakinan Demokrat punya kemampuan lebih baik ketimbang PKS dan PAN," katanya lagi.

Baca juga: PKS Pertimbangkan Opsi Abstain di Pilpres 2019

Seperti diketahui, Direktur Pencapresan DPP PKS Suhud Aliyuddin mengatakan partainya mempertimbangkan opsi abstain dalam Pemilu Presiden 2019. PKS akan menempuh opsi itu kalau koalisi partai politik pengusung Prabowo Subianto tidak memilih kader PKS sebagai calon wakil presiden.

"Itu salah satu opsi yang mungkin diambil kalau memang situasinya tidak memungkinan," katanya di Jakarta, Rabu (1/8).

Suhud memastikan keputusan PKS abstain atau tidak bergantung pada pembahasan DPP PKS dan Majelis Syuro PKS. Menurutnya, PKS masih menunggu keputusan Prabowo menentukan cawapresnya karena bisa saja nama yang diambil di luar sembilan nama yang diajukan PKS.

Ketika nama lain yang keluar, pihaknya akan membawa kembali ke DPP PKS dan Majelis Syuro PKS. Apakah itu diterima atau tidak itu bergantung pada pembahasan. "Posisi kami menunggu apa keputusan Prabowo, mungkin koalisi bisa tetap berjalan jika tidak, ya, mungkin ada pembicaraan," ujarnya.

Suhud tidak setuju apabila dikatakan pembahasan nama cawapres di koalisi Prabowo berhenti atau mentok. Sebab, saat ini belum ada kesamaan sikap dan pandangan serta masih dalam pembahasan.

Baca juga: Gerindra Yakin PKS akan Tetap di Koalisi Pendukung Prabowo

Sementara Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria meyakini, PKS akan tetap dalam koalisi partai politik (parpol) pengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) 2019-2024. Ia yakin, segala perbedaan pendapat akan diselesaikan secara baik-baik.

"PKS selama ini baik-baik saja hubungannya dengan Gerindra. PKS adalah parpol besar dan matang sehingga tahu dalam bersikap untuk mengambil keputusan serta tahu kondisi saat ini," kata Riza Patria di Jakarta, Kamis (2/8).

Riza Patria mengatakan, telah memahami betul situasi dan kondisi saat ini serta empat parpol sudah sepakat koalisi dengan platform yang sama. Menurutnya, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, dan PKS sudah bersepakat berkoalisi menghadapi kontestasi Pilpres 2019 dan juga menyepakati untuk mengedepankan kepentingan bangsa dan rakyat bukan kepentingan parpol ataupun golongan.

"Empat parpol sudah sepakat platform kondisi bangsa ke depan bagaimana mengatasinya, dan saat ini sedang sempurnakan visi-misi program dan itu terus dibangun komunikasinya," ujarnya.

Dia mengatakan, Gerindra memahami kondisi PKS saat ini sehingga wajar tiap partai berusaha sekuat tenaga agar kader terbaiknya maju sebagai capres ataupun cawapres. Menurut dia, penentuan cawapres tidak diputuskan sendiri dan sepihak oleh Gerindra maupun Prabowo karena harus mendengarkan masukan semua pihak.

"Prabowo ingin memutuskan hal yang terkait kepentingan besar tidak sendiri, namun mendengar pendapat parpol dan tokoh agama," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement