REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Direktur Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJSTK) Krishna Syarif mengatakan jaminan pensiun dan jaminan hari tua (JHT) yang didapat peserta di Indonesia masih di bawah standar internasional. Hal ini dikarenakan iuran yang diatur pemerintah juga terbilang minim.
"Hari ini dibahas rupanya selama ini mereka belum menyadari bahwa manfaat itu masih di bawah ketentuan ILO (International Labour Organization)," kata Krishna dalam Lokakarya BPJSTK dengan tema "Sudah Sejahterakah Hari Tua Bersama BPJS Ketenagakerjaan" di Trans Luxury Hotel, Kota Bandung, Rabu (1/8).
Krishna menyebutkan berdasarkan aturan pemerintah dalam PP nomor 45 tahun 2015 disebutkan bahwa iuran jaminan pensiun ditetapkan sebesar tiga persen dari gaji per bulan. Di mana dua persen dibayarkan oleh perusahaan dan satu persen ditanggung peserta.
Jumlah tersebut dinilai Krishna, masih kecil dibandingkan negara lain. Ia mencontohkan Vietnam yang menetapkan iuran jaminan pensiun sebesar 20 persen dari gaji per bulan.
"Jadi hari tua ini sebenarnya tidak betul-betul terjamin. Hari tua yang sekarang konsep ada masih di bawah standar," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya sedang mendorong penyempurnaan regulasi terkait jaminan pensiun dan hari tua yang sudah ada. Baik di PP 45 Tahun 2015 serta PP 45 tahun 2015 dan PP 60 Tahun 2015 tentang JHT. Sehingga ke depannya bisa lebih menyejahterakan masyarakat.
"Jadi kita melihat aspirasi dan ingin sampaikan ke pemerintah dan regulator untuk mempercepat penyempurnaan regulasi khususnya peraturan pemerintah supaya masyarakat lebih sejahtera melalui jaminan sosial. Kita memang sedang fokus JHT dan pensiun," tuturnya.
Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jawa Barat, Kuswahyudi menyebutkan pihaknya terus mengupayakan peningkatan kesejahteraan pekerja khususnya dalam menghadapi hari tua dan masa pensiun. JHT merupakan program jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja berupa uang tunai yang dibayarkan sekaligus saat peserta memasuki pensiun, meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap.
“Program JHT yang merupakan salah satu program hari tua dengan iuran terendah di dunia, yakni 5,7 persen, namun kondisinya justru dinikmati oleh 80 persen pekerja usia produktif yang berhenti bekerja,” ujar Kuswahyudi.
Sedangkan jaminan pensiun sebagai program baru diberikan setiap bulan saat pekerja memasuki masa pensiun 56 tahun atau mengalami cacat total permanen atau meninggal dunia yang diberikan kepada pekerja atau ahli waris yang sah. Jaminan pensiun, kata dia, dipersiapkan bagi pekerja untuk tetap mendapatkan penghasilan bulanan di saat memasuki usia yang tidak lagi produktif. Skema manfaatnya sama persis dengan manfaat yang dinikmati oleh Aparatur Sipil Negara.
Ini diharapkan dapat memberikan ketenangan dalam menjalani hari-hari di masa tuanya. Namun sayangnya, skema ini hanya memberikan nilai penggantian manfaat bulanan di hari tua sebesar 30 persen dari total pendapatan yang diterima pekerja di saat usia produktif.
"Saat ini pekerja yang terlindungi oleh JHT dan jaminan pensiun masih sangat kecil, yaitu sebesar 14.771.000 orang, sedangkan jumlah angkatan kerja di Indonesia sebesar 120.070.000 orang," ujarnya.
Lokakarya digelar bertujuan agar BPJS Ketenagakerjaan memperoleh masukan konstruktif sebagai bahan evaluasi dalam penyelenggaraan program setelah bereformasi tiga tahun lalu yakni sejak 1 Juli 2015. Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini diharapkan mampu diimplementasikan dalam peningkatan manfaat program jaminan sosial, terutama Program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).