REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum pemohon uji materi ambang batas pencalonan capres (presidential threshold), Denny Indrayana, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) segera memutus perkara uji materi atas Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang diajukan oleh pihaknya. Menurutnya, putusan MK lebih baik disegerakan sebelum masa pendaftaran capres-cawapres Pemilu 2019 berakhir pada 10 Agustus mendatang.
Denny mengungkapkan, hingga saat ini belum ada informasi dan panggilan dari MK soal sidang lanjutan uji materi itu. Sebagaimana diketahui, MK telah dua kali menggelar sidang atas perkara pengujian pasal 222 itu.
Sidang pertama merupakan sidang pendahuluan dan sidang kedua untuk perbaikan permohonan. Dengan begitu, uji materi ini belum masuk ke pembahasan pokok perkara.
"Tentu, kami berharap segera diputus oleh MK, supaya kepentingan pemohon untuk mendapatkan kepastian hukum dan tidak ada kerugian secara konstitusional menjelang pendaftaran capres-cawapres. Apalagi kan katanya saat ini perkara nomor soal masa jabatan capres-cawapres itu akan segera diputus. Kalau yang ini segera diputus, tetapi yang ambang batas pencapresan tidak langsung diputus, kan menjadi pertanyaan," ujar Denny menegaskan ketika dijumpai Republika.co.id di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/7).
Denny juga meminta agar perkara uji materi itu masih bisa diputuskan antara 4 Agustus-10 Agustus, atau pada saat pendaftaran capres-cawapres. Jika diputuskan pada saat itu, masih bisa diterapkan dalam Pemilu 2019.
"Nanti paling hanya berpengaruh terhadap dinamika koalisi saja, ya. Yang menjadi soal justru ketika perkara ini diputus setelah masa pendafataran capres-cawapres. Jika demikian, nanti kan berlakunya pada pemilu selanjutnya," tuturnya.
Padahal, lanjut dia, jika merujuk pada perkara-perkara sebelumnya, MK bisa memutus perkara uji materi hanya dalam hitungan hari. Sebagai contoh, pada pada 2004 lalu, MK pernah memutuskan perkara uji materi syarat pencalonan presiden yang diajukan pada 19 April oleh mantan presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kemudian, MK memutus perkara tersebut pada 23 April 2004.
Setelah itu, permohonan uji materi yang diajukan oleh Refly Harun tentang KTP-el sebagai syarat verifikasi pemilih pemilu yang diproses selama sekitar 12 hari. "Secara teori pun, MK bisa langsung memutus perkara uji materi yang baru saja masuk. Tentunya, jika ada pertimbangan urgensinya," katanya menambahkan.
Sebelumnya, pada 13 Juni lalu, 12 pemohon uji materi atas Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 atau pasal yang ambang batas pencalonan presiden sudah mendaftarkan permohonan uji materi tersebut ke MK secara daring.
Kedua belas pemohon adalah perseorangan WNI dan badan hukum publik nonpartisan yang mempunyai hak pilih dalam pilpres, pembayar pajak, serta berikhtiar untuk terus menciptakan sistem pemilihan presiden yang adil dan demokratis bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua belas pemohon itu adalah M Busyro Muqoddas, M. Chatib Basri, Faisal Basri, Hadar Nafis Gumay, Bambang Widjojanto, Rocky Gerung, Robertus Robet, Feri Amsari, Angga D Sasongko, Hasan Yahya, Dahnil A Simanjuntak, dan Titi Anggraini.