Ahad 29 Jul 2018 15:54 WIB

BPJS Kesehatan Klaim Masalah Defisit Urusan Pemerintah

BPJS Kesehatan selalu mempersiapkan dana yang dibutuhkan untuk program ini.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Gita Amanda
Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyebut persoalan defisit yang sedang dialami instansi ini merupakan bagian pemerintah. Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menegaskan, masalah defisit menjadi urusan pihaknya.

"Persoalan defisit ini bagian kami pemerintah," ujarnya saat ditemui di sela-sela Senam Sehat Kolosal 18.8.18 Peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) se-Indonesia di Lapangan Monumen Nasional (Monas), di Jakarta, Ahad (29/7).

Ia menambahkan, BPJS Kesehatan berurusan dengan Kementerian keuangan dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) selalu mempersiapkan dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan program ini. Menurutnya yang paling penting adalah masyarakat mendapat pelayanan atau terlayani.

Sebelumnya, Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dede Yusuf menyebut masalah defisit yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai pengelola JKN-KIS bukanlah karena kurangnya iuran, melainkan di hitungan aktuaria atau harga keekonomian iuran JKN-KIS.

"Kalau berbicara aktuaria menurut  Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Kesehatan, angka hitungan aktuaria peserta JKN-KIS kelas III per orang setiap bulannya yaitu sekitar Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu. Padahal yang dibayarkan baru di angka Rp 23 ribu hingga Rp 25 ribu per bulan," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (27/7) lalu.

Persoalan ditambah dengan iuran kelas III yang belum mengalami penyesuaian iuran dan mengambil porsi terbesar. Ini termasuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sekitar 92 juta jiwa yang rencananya akan ditambah pemerintah menjadi 107 juta jiwa.

Tetapi seiring dengan ditambahnya peserta PBI, kata dia, angka iuran yang ditetapkan hanya Rp 23 ribu padahal idealnya di kisaran Rp 35 ribu. Artinya, kata dia, ada defisit Rp 12 ribu per PBI. Dede menyebutkan apabila berbicara premi PBI untuk mengejar hitungan aktuaria maka harusnya pemerintah siapkan dana Rp 35 triliun.

"Sedangkan pemerintah hanya punya uang Rp 25 triliun. Berarti darimana Rp 10 triliun kekurangan yang akan ditambahkan?ujung-ujungnya faktor keuangan," ujarnya.

Kendati demikian, ia meminta pemerintah tetap harus bertanggung jawab. Ia menegaskan pemerintah harus menyiapkan dana talangan untuk membayar iuran PBI sesuai hitungan aktuaria. Kalau PBI sudah mendapat dana talangan iuran PBI sesuai hitungan aktuaria, kata dia, peserta kelas III mandiri atau umum bisa saja mengikuti penyesuaian iuran.

"Tapi tolong jangan dilihat apakah masyarakat mau premi atau iuran kelas III naik tapi pemerintah dulu yang bertanggung jawab dalam mengurusi kesehatan masyarakatnya," kata Dede.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement