Jumat 27 Jul 2018 11:56 WIB

Komnas HAM: Laporan Kudatuli PDIP Belum Bisa Ditindaklanjuti

Sekjen PDIP kemarin mengunjungi Komnas HAM menuntut penuntasan kasus Kudatuli.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Andri Saubani
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM dan Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapasara.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM dan Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapasara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menjelaskan, pengaduan PDIP untuk menuntut dituntaskannya kasus pelanggaran HAM berat Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli) 1996 belum dapat ditindaklanjuti. Sebab, setelah diperiksa, masih ada kekurangan pada berkas pengaduan PDIP yang sempat diserahkan, Kamis (27/7).

Beka mengatakan, hanya ada dua dokumen yang kurang untuk disertakan, yakni kartu identitas pelapor dan surat pengantar untuk pengaduan. Apabila pihak PDIP bisa melengkapinya, Komnas HAM akan segera melakukan tindak lanjut atas laporan ini.

"Kami butuh dokumen yang kurang ini karena untuk melaporkan, dibutuhkan identitas jelas siapa yang melaporkan atau mengadu," ujarnya ketika dihubungi Republika, Jumat (27/7).

Menurut Beka, pelengkapan berkas yang kurang dari PDIP tersebut sebenarnya tidak membutuhkan waktu lama karena hanya bersifat administratif. Tapi, dari pihak PDIP sendiri belum mengonfirmasi kapan akan kembali lagi ke Komnas HAM untuk melengkapinya. Jika sudah lengkap, Komnas HAM akan segera memprosesnya. 

Secara prinsip, Beka menambahkan, Komnas HAM tidak boleh menolak pengaduan siapa pun, termasuk pengaduan PDIP yang dianggap beberapa pihak ‘terlambat’ ini. Berkas pengaduan yang sudah lengkap nantinya akan dianalisis bersama dengan bukti. Apabila diperlukan, Komnas HAM akan memanggil pihak terkait untuk memberikan keterangan terkait kasus yang diadukan.

Pemanggilan berbagai pihak terkait dilakukan untuk menghasilkan rekomendasi final yang bersifat komprehensif. Terkait berapa lama pengaduan ini ditangani, Beka tidak dapat menyebut rentang waktu yang pasti.

"Tergantung pihak yang dipanggil. Kalau mereka kooperatif, bersedia memberikan data dan informasi yang dibutuhkan, maka semakin cepat selesai," tutur Beka.

Kemarin, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mendatangi kantor Komnas HAM untuk menuntut dituntaskannya kasus pelanggaran HAM berat Kudatuli 1996. Setelah 22 tahun berlalu kasus tersebut tak kunjung tuntas, Hasto kembali mengungkit peran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait kasus itu.

Hasto meminta SBY agar terbuka memberikan informasi mengenai kasus tersebut. Mengingat, saat itu SBY yang masih berpangkat Brigadir Jenderal TNI memegang posisi sebagai Kepala Staf Komando Daerah Militer Jakarta Raya (Kasdam Jaya).

Wakil Sekjen Partai Demokrat, Rachland Nashidik, menyindir manuver politik PDIP yang memunculkan permainan politik kasus peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 sebagai upaya politik kesiangan. Pada Kamis (26/7), Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengunjungi Komnas HAM menuntut penuntasan kasus Kudatuli.

"Laporan itu adalah upaya politik yang sudah kesiangan. Tapi, memanfaatkan kasus 27 Juli adalah ritual politik PDIP sejak Pak SBY mengalahkan Ibu Megawati dalam Pemilu 2004," kata Rachlan kepada wartawan, Jumat (27/7).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement