REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan, menegakkan kedaulatan di perbatasan bukan sekadar urusan keamanan, tapi juga kesejahteraan warganya sehingga menjadi fokus pembangunan. Menurutnya kurang tepat jika hanya pendekatan keamanan saja yang diutamakan.
Menurut Moeldoko, pembangunan di wilayah perbatasan Indonesia merupakan wujud nyata bahwa negara hadir di dua hal tersebut, yakni kemanan dan kesejahteraan, utamanya untuk menumbuhkan rasa nasionalisme masyarakat di perbatasan, serta meyakinkan bahwa mereka merupakan bagian penting dari bangsa ini. "Ketika hidup masyarakat kita di perbatasan sudah baik, mereka dengan sendirinya akan berpikir tentang keamanan," katanya, Kamis (27/7).
Ia mengatakan, sebagai negara yang merentang luas dan berbatasan dengan negara lain, Indonesia tidak terhindarkan dari masalah-masalah di perbatasan. Mulai dari pergeseran patok, sampai kejahatan transnasional berupa penyelundupan atau imigran ilegal. Dalam konteks tersebut, Moeldoko menjelaskan bahwa pemerintah akan menggunakan dua model pendekatan, yaitu kesejahteraan dan juga keamanan.
"Kurang tepat bila batas negara dikelola dari sisi keamanan," kata Moeldoko yang pernah menjadi Panglima Daerah Militer Tanjungpura, di daerah perbatasan dengan Malaysia, di Kalimantan Barat, 2010.
Dia menjelaskan bahwa bila pendekatan keamanan saja yang diutamakan, negara akan menempatkan personel militer dan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) di sepanjang 2/000 kilometer perbatasan antara Kalimantan dengan Malaysia. "Lebih efisien mana kalau kita bangun basis perekonomian di daerah itu," ujarnya.
Atas dasar pertimbangan itu pula, tahun ini pemerintah membangun empat pasar bernama Toko Indonesia di Kalimantan Utara yang berbatasan dengan Malaysia."Sehingga pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya terjamin, hidup dengan baik," kata Moeldoko.
Pelibatan Masyarakat di perbatasan dalam menjaga kedaulatan negara itu, ia sebut dengan konsep Public Private People Partnership. "Masyarakat dilibatkan secara aktif dalam pembangunan, jadi menimbulkan 'sense of belonging'," kata Moeldoko.
Ditambah dengan pembangunan infrastruktur, seperti trans Kalimantan atau trans Papua, Moeldoko berharap pembangunan di perbatasan akan membuat masyarakat di sana terkoneksi secara batin."Mereka merasa bagian dari Indonesia," katanya.
Anggota Komisi V DPR Syarif Abdullah Alkadrie menilai sejauh ini kebijakan pemerintah sudah di jalur yang benar. Menurut Syarif, pembangunan infrastruktur hingga ke daerah perbatasan dan pulau terluar sangat bermanfaat bagi masyarakat di wilayah tersebut.
"Pembangunan memberikan dampak ekonomi bagi daerah perbatasan," ujar legislator Partai Nasdem itu kepada wartawan di gedung parlemen, Jakarta.
Setidaknya, lanjut Syarif, kebijakan pembangunan Presiden Jokowi mempermudah akses, memperpendek jarak tempuh bagi masyarakat sekitar. "Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi selama tiga tahun patut didukung penuh oleh Komisi V," kata Syarif yang berasal dari Daerah Pemilihan Kalimantan Barat itu.
Selain penekanan pada aspek kesejahteraan, keamanan juga tidak boleh terlalu terpinggirkan. Apa yang dilakukan berbagai pihak dalam pemerintah, adalah mengutamakan dua hal tersebut. "Kesejahteraan penting, tapi tidak bisa lepas dari pendekatan keamanan. Jangan sampai ekonomi bagus namun keamanannya masih rawan," tutur Anwar Sanusi selaku Sekjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Menurutnya, penting bagi pemerintah untuk melakukan pemetaan potensi-potensi yang dapat dikembangkan di wilayah perbatasan guna menunjang perekonomian. Dengan demikian, dapat terjadi keselarasan antara pembangunan infrastruktur dengan pembangunan potensi daerah, yang berujung kepada kesejahteraan masyarakat di perbatasan.
"Dengan pembangunan yang optimal, mereka merasa menjadi bagian penting dari Indonesia, dan tentunya rasa nasionalisme akan semakin menguat," katanya.