Jumat 27 Jul 2018 01:23 WIB

Pemprov Aceh-ITS Jajaki Kerja Sama Penerapan e-Government

Pemprov Aceh ingin ada perangkat yang dapat mencegah korupsi di dalam pemerintahan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Gita Amanda
Sejumlah kepala daerah memperlihatkan kesepakatan bersama aplikasi Smart City dan e-Goverment, di Pendopo, Kota Bandung, Rabu (1/11).
Foto: MJ04
Sejumlah kepala daerah memperlihatkan kesepakatan bersama aplikasi Smart City dan e-Goverment, di Pendopo, Kota Bandung, Rabu (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah melakukan penjajakan kerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya terkait beberapa poin dalam upaya memajukan daerah yang dipimpinnya. Salah satunya adalah terkait harapan Nova agar lebih banyak orang Aceh yang dapat berkuliah di ITS.

Bahkan, kata dia, Pemprov Aceh sudah menyediakan beasiswa baik untuk umum maupun yatim. “Kita bisa bekerja sama merancang beasiswa terutama untuk masyarakat Aceh yang kurang mampu agar dapat menempuh pendidikan di ITS,” kata alumni Arsitektur ITS tersebut dalam siaran persnya, Kamis (26/7).

Selain itu, ia juga membahas mengenai tindak pidana suap dan korupsi yang marak terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Di mana pelelangan, perekrutan pegawai, dan sistem perencanaan, menjadi wilayah yang rawan kasus tersebut.

Maka dari itu, Nova berharap adanya perangkat atau sistem yang dapat mencegah hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah dengan menerapkan e-Government di Aceh. E-Government dirasa dapat menjadi solusi yang tepat karena permasalahan yang terjadi kini tak lagi hanya mengenai etos kerja, tetapi sudah semakin kompleks.

Pakar smart city dan IT dari ITS Endroyono mengatakan, pihak ITS akan sangat siap memfasilitasi dan membantu Aceh dalam menerapkan teknologi tersebut. “Mengenai e-Government ITS sudah berpengalaman ide, konsep, dan juga phasing out,” kata Endroyono.

Salah satu tujuan adanya e-Government ini, menurut Endroyono, memang untuk meminimalisasi kejadian yang berujung pada tindak pidana korupsi. Ia menjelaskan, penerapan aplikasi e-Government sebenarnya lebih untuk memusatkan semua transaksi pada bentuk data riil dan mengurangi transaksi secara langsung oleh manusia.

Dosen Departemen Teknik Elektro ITS ini menjelaskan, dalam kerja sama di bidang e-Government tersebut yang paling penting adalah bagaimana memilih teknologi yang tepat diterapkan di Aceh sesuai dengan model bisnis yang ada. Sebab model teknologi tak pernah baku, yang baku adalah tujuannya yang sama yaitu demi terciptanya sistem yang lebih bersih.

“Selain itu, masterplan juga harus dibuat dengan matang,” ujar Endroyono.

Ia juga menyarankan program percepatan untuk Aceh melalui nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemprov Aceh dengan Pemkot Surabaya. Yakni untuk memanfaatkan aplikasi dan teknologi yang telah disumbangkan ke negara dan tersimpan di Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mengingat selama ini ITS juga berperan aktif mendukung berhasilnya penerapan smart city di Surabaya dengan menggagas ide, konsep  dan penerapannya. “Setiap aplikasi yang diterapkan di Surabaya, bisa dibilang nyawanya adalah ITS dan di sini ITS berperan sebagai pendamping serta pengembang lanjut,” kata Endroyono.

Di akhir paparannya, Endroyono juga menjelaskan, banyak kota atau daerah yang mencanangkan sistem e-Government ini untuk menuju smart city. Namun, kebanyakan dari daerah yang gagal menerapkan sistem e-Government selain faktor ketidaksiapan sumber daya manusia (SDM), faktor komunikasi antara pemimpin daerah dengan bidang yang menangani e-Government juga sangat mempengaruhi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement