REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menilai, manuver Gerindra bersama Demokrat tidak akan menghancurkan koalisi Gerindra-PKS yang sudah terbentuk. Kekuatan jaringan, kejelasan ideologi, dan luasnya basis massa yang dimiliki PKS akan terasa mubazir bagi Gerindra untuk disia-siakan.
Tidak hanya itu, kesetiaan PKS yang sudah dibuktikan sejak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 semakin menguatkan chemistry-nya bersama Gerindra. Yunarto memprediksi, Ketua Umum Prabowo Subianto akan terus berjuang bersama PKS sekalipun nantinya jadi berkoalisi dengan Demokrat. "Prabowo akan bebankan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) untuk bisa menarik PKS," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (25/7).
Tapi, Yunarto mengakui, perjalanan Gerindra, PKS, dan Demokrat tidak akan mulus. PKS cenderung sulit menerima apabila Prabowo menerima Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres. Diketahui, salah satu penawaran yang diajukan SBY kepada Prabowo untuk membentuk koalisi adalah menempatkan AHY di kursi RI 2.
Sedangkan, dari pihak PKS sendiri sudah lama mengajukan sembilan kadernya untuk dipilih Prabowo sebagai cawapres. Untuk mengantisipasi ini, Yunarto menjelaskan, Prabowo harus memberikan kompensasi kepada PKS, di samping komitmennya untuk tetap setia berjalan bersama sampai Pilpres 2019. "Di antaranya dengan memberikan satu atau lebih kursi menteri kepada kader PKS," katanya.
Keputusan kompensasi tersebut diprediksi akan dibebankan Prabowo ke SBY. Sebab, nama Demokrat terbilang baru untuk masuk ke koalisi Gerindra-PKS. Terlebih, SBY merupakan pihak yang memiliki kepentingan lebih dalam mengajukan kadernya sebagai cawapres. Menurut Yunarto, akan ada hal teknis seperti itu yang membuat koalisi Gerindra-Demokrat bisa terwujud ataupun tidak.
"Tapi, balik lagi, pilihan yang menguntungkan adalah ketika tawaran AHY jadi cawapres bisa diterima. Baik oleh Gerindra maupun koalisinya, PKS," katanya.
Sebelumnya, SBY menggelar pertemuan dengan Prabowo di kediaman SBY di Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (24/7). Beberapa hal dibahas dalam pertemuan tersebut, termasuk terkait kemungkinan koalisi Demokrat dan Gerindra di Pilpres 2019. Kedua pihak menyebutkan bahwa kemungkinan koalisi dua partai masih terbuka lebar.